“Pertama dipensiunkan, kedua kalau demand-nya masih tinggi, supply kurang siap menyesuaikan, jadi PLTU-nya bisa dibangun CCS, carbon capture storage,” ucap dia.
Menurutnya, pilihan tersebut dapat dilakukan karena untuk membangun pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) membutuhkan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan menerapkan teknologi CCS.
Ramson menyebut pensiun dini PLTU juga akan berdampak terhadap ketahanan energi di Tanah Air di tengah target pemerintah untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi menjadi 8%.
Dengan meningkatnya target pertumbuhan ekonomi, maka secara otomatis akan meningkatkan konsumsi listrik. Dengan begitu, jika Indonesia melakukan pensiun dini dapat membuat Indonesia akan kekurangan pasokan energi.
“Dari sisi energy security [ketahanan energi] juga. Jadi itu kalau langsung di delete [hapus] itu PLTU bisa-bisa kita defisit suplai energi listrik kita, kan berbahaya itu,” ungkapnya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia saat ini tengah mengejar komitmen pendanaan murah dari Asian Development Bank (ADB) terkait dengan program pensiun dini PLTU Cirebon-1.
Bahlil telah menandatangani Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 10 Tahun 2025 tentang Peta Jalan (Road Map) Transisi Energi Sektor Ketenagalistrikan yang belakangan menjadi salah satu syarat pinjaman dari ADB.
"Peraturan Menteri kita sudah tandatangani sebagai bagian dari syarat untuk mendapatkan pinjaman dari Asian Development Bank. Nah kita sudah berhitung secara ekonomi jadi batu bara diganti dengan energi terbarukan," kata Bahlil di Gedung Kementerian ESDM, Senin (21/4/2025)
Meski tidak memerinci perihal waktu pelaksanaan pensiun dini PLTU Cirebon-1, namun PLTU berkapasitas 660 megawatt (MW) ini sebelumnya direncanakan akan berhenti beroperasi pada 2035 atau lebih cepat 7 tahun dari masa akhir kontrak pada 2042.
"[Hal] yang lainnya kita membuat road map-nya. Kalau ada uangnya kita pensiunkan, kalau enggak ada uangnya jangan," ungkap Bahlil.
Pembangkit batu bara ini dioperasikan oleh PT Cirebon Electric Power (CEP), usaha patungan antara Marubeni Corporation, Indika Energy, Korean Midland Power (KOMIPO), dan Samtan Corporation.
PLTU yang persisnya berlokasi di Kanci, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat itu telah beroperasi sejak Juli 2012. CEP juga punya proyek pengembangan unit baru dengan daya setrum 1x1.000 MW dengan teknologi yang lebih efisien, ultrasupercritical.
“Kalau ada uang yang murah, ada dana yang murah, teknologi yang murah, kita akan cepat [pensiun dini]. Akan tetapi, kalau teknologinya mahal, uangnya lambat, nanti kita pikir-pikir lagi,” kata Bahlil.
Rencana transaksi proyek penghentian dini PLTU Cirebon-1 itu bakal menggunakan skema Energy Mechanism Transition (ETM). Transaksi ini digawangi oleh ADB bekerja sama dengan pemerintah, investor swasta, hingga filantropis.
Penghentian dini diperkirakan membutuhkan dana US$300 juta atau setara Rp4,6 triliun.
Hingga saat ini, belum diketahui secara pasti total dana yang dibutuhkan. Namun, dokumen comprehensif investment and policy plan (CIPP) program Just Energy Transition Partnership (JETP) memperkirakan dana pensiun dini PLU Cirebon-1 mencapai US$ 300 juta atau setara Rp4,6 triliun.
Peresmian pensiun dini PLTU ini ditandai setelah adanya perjanjian kerangka kerja tidak mengikat oleh operator pembangkit PT Cirebon Electric Power (CEP), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Otoritas Investasi Indonesia (INA) di sela KTT COP28, Dubai, Uni Emirat Arab (UEA) pada Minggu (3/12/2023).
(mfd/wdh)






























