Bloomberg Technoz, Jakarta - Bagi siapa saja yang terlibat dalam investasi saham, memahami istilah auto rejection adalah hal penting untuk mengelola risiko transaksi. Bursa Efek Indonesia (BEI) menerapkan sistem ini sebagai bentuk proteksi terhadap pergerakan harga saham yang terlalu ekstrem dalam satu hari. Dalam artikel ini akan dibahas secara mendalam pengertian auto rejection, perbedaan ARA dan ARB, hingga kebijakan terbaru BEI yang mulai berlaku pada April 2025.
Apa Itu Auto Rejection di Pasar Saham?
Auto rejection adalah sistem penolakan otomatis yang diterapkan oleh BEI ketika harga saham mengalami perubahan yang melebihi batas toleransi tertentu dalam satu sesi perdagangan. Sistem ini bekerja dengan cara menolak order beli atau jual yang berada di luar kisaran harga yang telah ditentukan.
Tujuannya adalah menjaga kestabilan pasar dan melindungi investor dari fluktuasi harga yang tajam dalam waktu singkat. Auto rejection juga berperan sebagai circuit breaker di pasar modal, yang fungsinya adalah mencegah terjadinya gejolak harga saham secara berlebihan, baik ke arah atas maupun bawah.
Jenis-Jenis Auto Rejection: ARA dan ARB

Dalam praktik di BEI, auto rejection terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Auto Rejection Atas (ARA)
ARA terjadi ketika harga saham naik secara drastis hingga menyentuh batas maksimum harian yang telah ditentukan. Jika harga sudah mencapai level ini, maka sistem otomatis menolak seluruh order beli yang berada di atas harga tersebut.
Contoh kasus ARA:
Jika batas kenaikan harga harian saham adalah 25% dan harga pembukaan saham Rp1.000, maka sistem akan menolak order beli di atas Rp1.250.
2. Auto Rejection Bawah (ARB)
Sebaliknya, ARB terjadi ketika harga saham anjlok terlalu tajam hingga menyentuh batas penurunan minimum harian. Order jual di bawah batas ini tidak akan diterima sistem.
Contoh kasus ARB:
Jika batas penurunan harian adalah 15% dari harga pembukaan Rp1.000, maka order jual di bawah Rp850 akan otomatis ditolak.
Kebijakan Baru BEI 2025: Batasan ARB Diseragamkan Jadi 15%

Mulai Selasa, 8 April 2025, BEI bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menyetarakan batas penurunan harga atau Auto Rejection Bawah (ARB) menjadi 15% untuk semua rentang harga saham.
Sebelum Penyesuaian:
-
Saham harga rendah (Rp50–Rp200): ARB 35%
-
Saham harga menengah (Rp200–Rp5.000): ARB 25%
-
Saham harga tinggi (di atas Rp5.000): ARB 20%
Sesudah Penyesuaian:
-
Semua saham, tanpa memandang harga, diberlakukan ARB maksimal 15%.
Perlu dicatat bahwa ketentuan Auto Rejection Atas (ARA) tetap mengacu pada aturan sebelumnya dan tidak mengalami perubahan.
Efek Penyesuaian ARB terhadap Stabilitas Pasar
Penyesuaian batas ARB ini diberlakukan untuk:
-
Mengendalikan volatilitas harga saham
-
Memberikan perlindungan lebih baik kepada investor
-
Menjaga kelangsungan perdagangan efek secara tertib dan efisien
Langkah ini sesuai dengan dua Surat Keputusan Direksi BEI, yakni:
-
Kep-00002/BEI/04-2025: tentang perubahan panduan penanganan perdagangan saat kondisi darurat
-
Kep-00003/BEI/04-2025: tentang Peraturan Nomor II-A mengenai Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas
Perubahan tersebut juga merupakan tindak lanjut dari kebijakan sebelumnya, yaitu:
-
Kep-00196/BEI/12-2024
-
Kep-00024/BEI/03-2020
Kebijakan baru ini berlaku bagi efek yang tercatat di Papan Utama, Papan Pengembangan, maupun Papan Ekonomi Baru, termasuk produk investasi seperti Exchange-Traded Fund (ETF) dan Dana Investasi Real Estat (DIRE).
Tanggapan Resmi BEI Terkait Kebijakan Ini

Menurut Sekretaris Perusahaan BEI, Kautsar Primadi Nurahmad, penyesuaian ini merupakan bagian dari langkah strategis untuk memperkuat perlindungan investor dan menstabilkan pasar dalam jangka panjang. Dalam keterangannya pada 8 April 2025, ia menyatakan bahwa pengendalian risiko seperti ini sangat penting terutama di tengah kondisi pasar yang penuh dinamika.
(seo)