Bloomberg Technoz, Jakarta - PT Fore Kopi Indonesia Tbk (FORE), operator jaringan kedai kopi Fore, resmi melantai di Bursa Efek Indonesia pada Senin (14/4/2025). Namun di balik antusiasme pasar yang mendorong harga saham FORE naik 34,04% ke level Rp252 per saham dari harga IPO Rp188, terselip kenyataan bahwa perusahaan ini membawa beban utang yang tidak kecil saat debutnya: Rp381,47 miliar.
Perusahaan yang mencatatkan aset Rp604,78 miliar per September 2024 ini memang sudah memiliki 237 outlet di seluruh Indonesia. Namun, angka utangnya yang melonjak 45,62% dari akhir 2023 seharusnya menjadi perhatian serius investor.
Dari total utang tersebut, sebesar Rp248,98 miliar merupakan utang jangka pendek, termasuk kepada pemasok makanan dan minuman, logistik, hingga sewa outlet. Sementara sisanya Rp132,49 miliar adalah utang jangka panjang, sebagian berasal dari pinjaman ke PT Maybank Indonesia Tbk.

Dengan ekuitas hanya Rp223,31 miliar, rasio utang terhadap ekuitas (DER) FORE sudah berada di 1,71 kali — melewati batas ideal sektor consumer goods yang umumnya berkisar antara 1 hingga 1,5 kali. Ini mencerminkan struktur permodalan yang cukup agresif, dan bisa berdampak pada fleksibilitas keuangan ke depan.
Kinerja pendapatan memang melonjak 135,35% secara tahunan menjadi Rp727,37 miliar. Namun beban pokok penjualan tumbuh lebih tinggi, 147,17% ke Rp280,82 miliar. Kenaikan ini menggerus margin keuntungan yang seharusnya bisa lebih optimal. FORE memang berhasil mencetak laba bersih Rp42,34 miliar per September 2024, berbalik dari rugi tahun sebelumnya. Tapi pertanyaannya: seberapa berkelanjutan profit ini di tengah beban utang dan agresivitas ekspansi?
Vico Lomar, CEO Fore Kopi, menyebut bahwa konsistensi performa outlet menjadi kunci. Namun rencana ekspansi besar-besaran — target membuka 55 outlet baru tahun ini dan menggandakan jumlah gerai menjadi 600 dalam lima tahun — berisiko menambah beban operasional dan modal, terutama jika tidak diimbangi dengan cash flow yang sehat.
Dana IPO sebesar Rp353,44 miliar sebagian besar akan dialokasikan untuk ekspansi. Sekitar 76% digunakan untuk membuka 140 gerai baru, dan 18% dialirkan ke anak usaha PT Cipta Favorit Indonesia untuk pembukaan 30 outlet tambahan. Sisa dananya akan dipakai untuk modal kerja, termasuk biaya sewa dan bahan baku. Ini menunjukkan bahwa arus kas dari operasional sendiri masih belum cukup menopang rencana besar perusahaan.
Dengan tingkat utang yang tinggi, margin yang ketat, dan ekspansi agresif yang penuh risiko, IPO Fore mungkin terlihat manis di awal, tapi rasa pahit bisa datang lebih cepat dari yang diperkirakan investor.
(red)