Ekonomi Eropa, Jepang, dan India juga terkena dampak rambatan kebijakan tarif impor AS tersebut di tengah permintaan domestik yang belum meningkat akibat keyakinan usaha yang rendah dan ekspor yang melambat.
Sementara itu, pelemahan pertumbuhan ekonomi China sebagai akibat kebijakan tarif impor AS tertahan dengan kebijakan pelebaran defisit fiskal 2025 dari yang ditargetkan. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi dunia pada 2025 diproyeksikan sebesar 3,2%.
"Di pasar keuangan global, ketidakpastian masih berlanjut diwarnai oleh penurunan yield US Treasury dan melemahnya indeks mata uang dolar AS [DXY] di tengah ketidakpastian penurunan Fed Funds Rate [FFR]," ujarnya.
Aliran modal global yang semula terkonsentrasi ke AS bergeser sebagian ke komoditas emas dan obligasi di negara maju dan negara berkembang. Sementara itu, portofolio investasi saham masih terkonsentrasi ke negara maju kecuali AS, dan belum masuk ke negara Emerging Market (EM).
"Tetap tingginya ketidakpastian global tersebut memerlukan respons kebijakan yang tepat dan terkoordinasi dengan baik untuk memperkuat ketahanan eksternal, menjaga stabilitas, dan mendorong pertumbuhan ekonomi domestik," ujarnya.
(lav)






























