Lebih lanjut, jumlah operator yang lebih sedikit akan menciptakan persaingan yang lebih berimbang. Utamanya jika pangsa pasar didistribusikan dengan proporsi yang lebih merata. Ia menilai sebelumnya, kondisi industri telekomunikasi Indonesia belum sepenuhnya sehat karena ada operator yang memiliki pangsa pasar sangat kecil, di bawah 10%.
Selain itu, dia juga menyoroti dampak merger terhadap infrastruktur jaringan. Ia menyebutkan praktik berbagi infrastruktur, seperti menara dan jaringan fiber optic, sudah menjadi hal yang umum di antara operator besar. Dengan jumlah operator yang lebih sedikit, efisiensi penggunaan aset akan semakin meningkat.
Buldansyah =menegaskan bahwa konsolidasi ini akan mempercepat optimalisasi aset telekomunikasi. Dengan berbagi infrastruktur, operator dapat mengurangi pengeluaran modal (capex) yang berlebihan, sehingga investasi dapat dialokasikan secara lebih efisien.
"Secara normal memang sharing [jaringan fiber optic] itu menjadi salah satu jalan keluar supaya optimum penggunaan aset, dari pada kita beli capex," jelasnya.
Sebagai pengingat EXCL akan meminta persetujuan pemegang saham dalam RUPS Luar Biasa yang digelar pada 25 Maret 2025 dengan salah satu agenda penting adalah mensahkan merger dengan FREN. Keduanya lantas menjelma menjadi entitas baru bernama PT XLSmart Telecom Sejahtera Tbk atau XL Smart.
Selain permohonan persetujuan merger dari pemegang saham, RUPSLB memiliki sejumlah agenda terkait, salah satunya soal pergantian jajaran manajemen imbas merger. RUPSLB juga memiliki agenda salah satunya pembelian kembali (buyback) saham milik pihak yang tidak menyetujui rencana merger.
Peluang Pengembangan AI
Buldansyah menambahkan, Indonesia masih berada dalam momentum di tengah perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI). Kini waktunya mengambil peluang besar ini demi mengejar ketertinggalan dari negara-negara maju.
Bagi Buldansyah AI merupakan salah satu teknologi terdepan yang kini menjadi bagian utama dalam operasional industri telekomunikasi. Menurutnya, Indosat telah mencanangkan dirinya sebagai AI-Native TelCo.
"AI menurut saya adalah salah satu forefront. Jadi [indosat] yang pionir menerapkan AI di Indonesia. Kita sudah mencanakan bahwa industri itu adalah AI-Native TelCo. Jadi DNA-nya industri itu masih banyak yang wait and see," ucap dia.
Keputusan Indosat untuk mengadopsi AI sebagai inti dari strategi bisnisnya juga menunjukkan komitmen perusahaan dalam menghadapi persaingan global. Selain itu, penggunaan AI di sektor telekomunikasi juga diyakini dapat meningkatkan efisiensi operasional, memberikan pengalaman pelanggan yang lebih baik, serta membuka peluang inovasi yang lebih luas. Hal ini sebagaimana juga turut menjadi strategi pertumbuhan bisnis mereka pada 2025.
Sebelumnya, Vikram Sinha President Director & CEO Indosat, mengungkapkan jika perusahaannya tidak hanya akan memanfaatkan AI untuk sekadar promosi, tetapi juga berinvestasi dalam pengembangan teknologi dan talenta lokal guna menjadikan Indonesia sebagai produsen AI.
"Kesuksesan AI bergantung pada investasi dalam talenta lokal dan pengembangan kapabilitas. Itulah fokus utama kami di Indosat. Kami berkomitmen untuk melatih 1 juta talenta AI dalam waktu tiga tahun, dan itu adalah komitmen minimum. Saat ini, kami sedang bekerja untuk meningkatkan angka tersebut," jelas Vikram dalam Media Update Full Year 2024 Result yang diadakan secara daring, Senin (10/2/2025).
Transformasi berbasis AI ini juga didukung oleh investasi pada 2024, di mana belanja modal Indosat mencapai Rp9,937 triliun, dengan 82,7% dialokasikan untuk peningkatan jaringan seluler guna memenuhi kebutuhan yang terus berkembang terhadap layanan digital berbasis AI.
(prc/wep)