Kedatangan Duterte di Belanda menandai kejatuhan dramatis bagi mantan pemimpin yang pernah begitu berkuasa. Peristiwa ini juga mencerminkan pergeseran besar dalam politik Filipina. Meskipun putrinya, Sara Duterte, masih menjabat sebagai wakil presiden dan klan Duterte tetap memiliki basis dukungan kuat di wilayah selatan, warisan politiknya kini dipertaruhkan di tengah tuduhan pelanggaran hak asasi manusia.
"Penangkapan Rodrigo Duterte adalah langkah monumental dalam menegakkan keadilan bagi ribuan korban dan penyintas perang narkoba yang telah mengubah Filipina menjadi negara yang berduka," kata Sekretaris Jenderal Amnesty International, Agnes Callamard, dalam sebuah pernyataan pada Selasa.
Duterte menjadi pemimpin Asia pertama yang menerima surat perintah penangkapan dari ICC—sebuah tonggak penting bagi lembaga peradilan internasional yang kerap mendapat tekanan, termasuk dari Presiden AS, Donald Trump.
Pada Minggu, Duterte masih sempat berpidato di hadapan ribuan pendukungnya di sebuah stadion di Hong Kong, tempat komunitas Filipina cukup besar. Namun, saat kembali ke Manila pada Selasa pagi, ia langsung ditangkap oleh kepolisian setempat berdasarkan surat perintah dari ICC. Pada malam harinya, Duterte diberangkatkan ke Eropa melalui Dubai.
Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. membenarkan bahwa Duterte telah diterbangkan ke Den Haag untuk menghadapi dakwaan. "Inilah yang diharapkan komunitas internasional dari kita," ujar Marcos dalam pidato yang disiarkan televisi pada Selasa.
Duterte dikenal sebagai sosok yang secara terbuka mengakui telah membentuk "pasukan maut" untuk menindak kriminal di Davao saat masih menjadi wali kota. Keberhasilannya dalam menangani kejahatan di kota itu mengangkat namanya ke panggung nasional. Saat menjabat presiden dari 2016 hingga 2022, Duterte melancarkan perang melawan narkoba yang mengakibatkan lebih dari 6.000 kematian.
Menurut pernyataan ICC, pengadilan pra-peradilan menemukan bahwa kebijakan Duterte "merupakan serangan terhadap populasi sipil sesuai dengan kebijakan organisasi saat ia memimpin Davao Death Squad, serta kebijakan negara saat menjabat sebagai presiden." Pengadilan juga menyatakan ada "alasan yang masuk akal untuk percaya bahwa serangan ini bersifat luas dan sistematis."
Pihak keluarga dan tim hukum Duterte menuntut agar ia segera dipulangkan ke Filipina. Namun, Mahkamah Agung Filipina pada Rabu menolak petisi yang diajukan mantan presiden itu untuk menghentikan eksekusi surat perintah ICC, dengan alasan "tidak ada dasar yang jelas dan meyakinkan" untuk membatalkannya.
Duterte secara konsisten membela kebijakan perangnya melawan narkoba sebagai langkah yang diperlukan untuk keamanan nasional. Ia bahkan menarik Filipina keluar dari ICC setelah pengadilan mulai menyelidiki kasus-kasus pembunuhan di luar proses hukum.
Presiden Marcos pada awalnya menolak bekerja sama dengan ICC, tetapi sikap pemerintahannya mulai berubah seiring dengan retaknya aliansi politiknya dengan keluarga Duterte.
Hubungan Marcos dan klan Duterte semakin renggang setelah Wakil Presiden Sara Duterte dimakzulkan oleh sekutu-sekutu Marcos bulan lalu. Ia dijadwalkan menghadapi sidang pemakzulan di Senat Filipina pada Juli mendatang. Sara dituduh terlibat dalam rencana pembunuhan terhadap presiden serta penyalahgunaan dana publik—tuduhan yang telah ia bantah.
Pada Rabu, Sara Duterte dilaporkan terbang ke Amsterdam. Kantornya mengonfirmasi keberangkatannya tetapi tidak memberikan detail lebih lanjut mengenai tujuannya.
Menanggapi penangkapan ayahnya, Sara Duterte mengatakan bahwa tindakan ini menunjukkan "bahwa pemerintah ini bersedia mengkhianati warganya sendiri dan merendahkan kedaulatan serta martabat nasional kita di mata dunia."
(bbn)
































