Latihan Freedom Shield 25 AS dan Korsel akan berlangsung hingga 20 Maret, dengan mempertimbangkan kerja sama militer Korut yang semakin erat dengan Rusia.
Latihan ini merupakan yang pertama sejak Trump kembali ke Gedung Putih dan dilakukan pada saat Korut mengancam akan meningkatkan pencegahan nuklirnya terhadap yang disebutnya sebagai provokasi dari Washington dan Seoul.
Pyongyang telah menembakkan berbagai rudal tahun ini. Pada 26 Februari, pemimpin Korut Kim Jong Un mengawasi peluncuran rudal jelajah strategis.
Sebelumnya pada 6 Januari, Korut meluncurkan rudal balistik jarak menengah, yang diklaim sebagai uji coba rudal hipersonik baru yang ditujukan untuk menjaga agar saingan-saingannya di kawasan Pasifik tetap terkendali.
Selama masa jabatan pertamanya, Trump mengumumkan penangguhan atau pengurangan beberapa latihan militer besar AS-Korsel setelah memulai pembicaraan tatap muka dengan Kim. Meski diskusi tersebut akhirnya gagal, Trump sudah menunjukkan kesediaan untuk mengadakan pembicaraan baru selama masa jabatan keduanya.
Beberapa hari setelah pelantikan Trump, Kim mengatakan bahwa konfrontasi dengan negara-negara yang bermusuhan "tidak dapat dihindari" dan menyerukan peningkatan perisai nuklir Korut.
Penembakan hari ini juga terjadi di tengah ketidakpastian politik yang sedang berlangsung di Seoul, sejak Presiden Yoon Suk Yeol mendeklarasikan darurat militer singkat pada Desember lalu, yang berujung pada pemakzulan dirinya. Yoon saat itu berdalih perlu menghapus dukungan politik terhadap Pyongyang.
Banyak proyektil yang diuji coba dalam beberapa tahun terakhir berasal dari seri yang dikenal sebagai Hwasong-11, jenis rudal balistik jarak pendek yang bisa membawa muatan besar, termasuk hulu ledak nuklir. AS dan Korsel menuduh Kim mengirim sejumlah rudal jenis ini ke Rusia untuk membantu Presiden Vladimir Putin dalam perangnya di Ukraina.
Kim telah muncul sebagai sekutu utama Putin dan perangnya di Ukraina, membantu meningkatkan jumlah pasukan tempur Moskow di lapangan, sambil meningkatkan kekhawatiran tentang kemampuan Korut untuk memperkuat militer dan mempertahankan rezimnya dengan dukungan Rusia.
Bulan lalu, badan mata-mata Korsel mengatakan Korut sepertinya telah mengirim lebih banyak pasukan ke Rusia untuk mendukung militer Putin setelah sebelumnya mengirim ribuan tentara tahun lalu.
(bbn)
































