"Permennya sudah saya terbitkan berdasarkan hasil keputusan rapat terbatas yang dipimpin langsung oleh Bapak Presiden. Ini berlaku enam bulan sejak proses izin ekspor kita berikan," ujarnya.
Bahlil mengungkapkan volume konsentrat tembaga yang diperbolehkan untuk diekspor oleh PTFI mencapai sekitar 1 juta ton. Jumlah itu merupakan total konsentrat tembaga yang tidak bisa diserap di dalam negeri sebagai imbas dari terbakarnya smelter Manyar tersebut.
"Saya lihat nanti, yang jelas sampai Juni, volumenya antara 1 juta ton sampai 1 juta ton lebih gitu, kurang lebih ya," tutur Bahlil.
Tunggu Rekomendasi
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Tri Winarno menambahkan saat ini PTFI harus menunggu surat rekomendasi ekspor diberikan kepada Kementerian Perdagangan.
Sebelum itu, PTFI juga harus mengajukan revisi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) kepada Kementerian ESDM. Setelahnya, Kementerian ESDM akan memberikan surat rekomendasi ekspor konsentrat tembaga.
"Nanti ada revisi RKAB juga. Nah nanti revisi RKAB itu kita evaluasi. Enam bulan itu dari surat rekomendasi," ucap Tri.
Sebelumnya, Direktur Utama Freeport Indonesia Tony Wenas mengatakan terdapat 400.000 ton konsentrat tembaga yang menumpuk di gudang karena perseroan belum mendapatkan izin ekspor usai 31 Desember 2024.
Perinciannya, 200.000 ton konsentrat tembaga menumpuk di gudang Pelabuhan Amamapare, Papua; 140.000 ton di gudang smelter katoda tembaga di Manyar, Jawa Timur; dan 60.000 ton di gudang PT Smelting.
"Sekarang menumpuk di gudang, ada sekitar 400.000 ton di gudang Amamapare, gudang di smelter baru di Manyar, dan ada yang di PT Smelting," ujar Tony saat ditemui di Jakarta, Rabu (26/2/2025).
Tony mengatakan kualitas konsentrat tembaga yang berada di dalam gudang itu masih baik karena tidak disimpan di tempat terbuka. Namun, hal ini tentu menjadi beban tambahan bagi perseroan dari sisi penyimpanan.
(mfd/wdh)
































