Tony juga membantah izin ekspor konsentrat tembaga merupakan dalih bagi larangan ekspor konsentrat yang semestinya berlaku sejak 1 Januari 2025.
“Enggak, enggak setahun lagi. Harapan kita adalah kita tetap bisa ekspor sampai akhir tahun totalnya 1,3 juta ton. Akan tetapi, kalau pemerintah kemudian memutuskannya berbeda sama permintaan kita kan boleh-boleh saja,” ucapnya.
Dalam paparannya, Tony menyebut akibat terhentinya produksi di smelter katoda di Jawa Timur, konsentrat tembaga yang dihasilkan Freeport di Papua hanya bisa terserap sebanyak 40% oleh PT Smelting di Gresik.
Sisanya diklaim mangkrak atau idle. Adapun, volume konsentrat tembaga yang mangkrak atau tidak bisa diproses di pabrik PT Smelting mencapai 1,5 juta ton.
“Kalau kita nilai dengan harga yang sekarang ini, itu nilainya bisa lebih dari US$5 miliar. Di mana dari US$5 miliar itu, pendapatan negara berupa bea keluar, royalti, dividen, pajak perseroan badan itu akan bisa mencapai US$4 miliar atau sekitar Rp65 triliun,” ujar Tony di sela rapat dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (19/2/2025).
Perincian penurunan potensi penerimaan negara tersebut a.l. dividen senilai US$1,7 miliar (Rp28 triliun), pajak US$1,6 miliar (Rp26 triliun), bea keluar US$0,4 miliar (Rp6,5 triliun), dan royalti US$0,3 miliar (Rp4,5 triliun).
Tidak hanya itu, Tony mengelaborasi larangan ekspor konsentrat akan menyebabkan pengurangan pendapatan daerah sebesar Rp5,6 triliun pada 2025.
Perinciannya; Provinsi Papua Tengah berpotensi mengalami penurunan pendapatan Rp1,3 triliun, Kabupaten Mimika Rp2,3 triliun, dan kabupaten lain di Papua Tengah Rp2 triliun.
“Selain itu juga ada potensi berkurangnya alokasi dana kemitraan PTFI untuk program pengembangan masyarakat sebesar US$60 juta atau Rp960 miliar pada 2025,” tegas Tony.
Untuk itu, dia meminta agar keran ekspor konsentrat tembaga Freeport kembali dibuka pada tahun ini. Terlebih, sesuai dengan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) PTFI yang berlaku, konsentrat dapat diekspor apabila terjadi keadaan kahar.
Namun, dibutuhkan penyesuaian peraturan menteri ESDM untuk mengatur ekspor karena keadaan kahar tersebut.
(mfd/wdh)































