Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta – Harga minyak dunia pada 2025 diproyeksikan anjlok 8% dari tahun lalu, di tengah proyeksi pertumbuhan produksi yang terus melampaui permintaan global. Tren ini juga bakal mendorong penurunan harga terus berlanjut hingga 2026.

Badan Administrasi Informasi Energi Amerika Serikat (AS) atau US Energy Information Administration (EIA) dalam laporan Short-Term Energy Outlook yang dilansir bulan ini meramal bahwa minyak Brent pada 2025 akan mencapai rata-rata US$74/barel, turun 8% dari 2024.

Harga minyak mentah acuan itu kemungkinan besar bakal terus menurun 11% secara year on year (yoy) hingga mencapai rata-rata US$66/barel pada tahun depan.

Sementara itu, harga West Texas Intermediate (WTI) diperkirakan mencapai rata-rata US$62 per barel pada 2026, turun dari proyeksi US$70 per barel pada 2025. 

Outlook harga WTI hingga 2026./dok. EIA


“Kami memperkirakan tekanan harga minyak akan menurun selama dua tahun ke depan, karena kami memperkirakan produksi minyak global akan tumbuh lebih besar daripada permintaan minyak global,” papar EIA dalam laporannya, dikutip Senin (27/11/2025).

Lembaga tersebut mengestimasikan produksi minyak mentah terus terkerek pada 2025—2026, baik secara global maupun di AS.

Di tingkat global, berakhirnya pemangkasan produksi OPEC+ dan pertumbuhan produksi minyak yang kuat di luar OPEC+ pada tahun ini bakal mengakibatkan produksi minyak global meningkat.

”Kami memperkirakan produksi bahan bakar cair global akan meningkat sebesar 1,8 juta barel per hari pada 2025 dan 1,5 juta barel per hari pada 2026,” papar EIA.

Meskipun OPEC+ diramal bakal meningkatkan produksi, EIA menilai kelompok tersebut akan memproduksi lebih sedikit minyak mentah daripada yang dinyatakan dalam target produksi terbarunya, sebagai upaya menghindari penumpukan pasokan yang signifikan.

Perkiraan EIA ini dirampungkan sebelum AS mengeluarkan sanksi tambahan yang menargetkan sektor minyak Rusia pada 10 Januari 2025, yang berpotensi mengurangi ekspor minyak Rusia ke pasar global.

Outlook sektor energi hingga 2026./dok. EIA

Di dalam negeri AS, produksi minyak mentah negara tersebut mencapai rekor tahunan sebesar 13,2 juta barel per hari pada 2024, dan diprediksi makin naik menjadi 13,5 juta barel pada 2025. 

“Kami memperkirakan produksi minyak mentah AS akan tumbuh kurang dari 1% pada 2026, rata-rata 13,6 juta barel per hari karena operator memperlambat aktivitas akibat tekanan harga,” tulis EIA.

Porsi wilayah Permian dalam produksi AS akan terus meningkat, mencakup lebih dari 50% dari seluruh produksi minyak mentah AS pada 2026. Pertumbuhan produksi yang diharapkan di Permian pada 2026 akan diimbangi oleh kontraksi di wilayah lain.

Konsumsi Minyak & Harga BBM

Dari sisi permintaan, pertumbuhan konsumsi minyak global dalam perkiraan EIA terus menurun dibandingkan dengan tren sebelum pandemi. 

“Kami memperkirakan konsumsi bahan bakar minyak global akan meningkat sebesar 1,3 juta barel per hari pada 2025 dan 1,1 juta barel per hari pada 2026, didorong oleh pertumbuhan konsumsi di negara-negara non-OECD.”

Sebagian besar pertumbuhan diharapkan terjadi di Asia, di mana India kini menjadi episentrum utama pertumbuhan permintaan minyak global.

Adapun, harga eceran bensin untuk 2025 dan 2026 diestimasikan lebih rendah dibandingkan dengan 2024, yang sebagian besar selaras dengan proyeksi penurunan harga minyak mentah hingga tahun depan.

Di AS sendiri, rerata harga bensin pada 2025 diramal sekitar US$3,20/galon, turun lebih dari 10 sen/galon dari 2024. Pada 2026, harga diyakini makin turun ke rata-rata tahunan US$3/galon.

Outlook harga BBM dan minyak Brent hingga 2026./dok. EIA


Sebelumnya, kalangan analis komoditas dan ekonom energi memproyeksikan harga minyak mentah acuan dunia Brent tahun ini bakal bergerak di bawah US$80/barel, setelah Presiden AS Donald Trump bersumpah meningkatkan produksi migas selama masa jabatannya.

“Untuk Brent sekarang ini kan di sekitar US$80/barel ya, kemungkinan besar kalau seandainya turun, itu di US$76/barel,” kata Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi.

Menurutnya, permintaan minyak mentah masih akan cukup tinggi sehingga AS akan meningkatkan produksi minyaknya. Permintaan tersebut setidaknya datang dari negara-negara anggota OPEC, yang jumlahnya melebihi 100 juta barel/hari.

Namun, pada saat bersamaan sejumlah negara seperti China dan India mengurangi permintaan minyak yang cukup signifikan. Ibrahim menyebut China mengalami penurunan permintaan sebanyak 20% dari 20 juta barel/hari menjadi 11 juta barel/hari saat ini.

Penurunan permintaan minyak juga terjadi di India. Negeri Bollywood dan China lebih memilih mengimpor minyak dari Rusia yang harganya jauh lebih murah.

“Artinya apa? Bahwa impor minyak dari Rusia ini tidak terdaftar secara internasional. Nah, sehingga terjadilah oversupply, ya oversupply ini yang membuat harga minyak ini terus mengalami penurunan,” tutur Ibrahim.

(wdh)

No more pages