Stok beras awal tahun yang mencapai 7,5 juta ton itu setara dengan rasio stok penggunaan (stock to use ratio) 24,3%. Angka tersebut berada di atas standar keamanan 20%.
"Lalu dampaknya mana ke sedulur tani? sekarang jaringan-jaringan tani kami sudah laporan saat ini belum panen raya harga gabah sudah mulai jatuh di banyak tempat karena stok yang sedemikian besar," ujarnya.
Dalam kaitan itu, Andreas juga memproyeksikan produksi padi pada 2025 bakal meningkat 3%-4% atau setara 1 juta ton hingga 1,5 juta ton.
BPS memproyeksikan produksi beras pada 2024 untuk konsumsi pangan penduduk sekitar 30,34 juta ton, mengalami penurunan sebanyak 757,13 ribu ton atau 2,43% dibandingkan produksi beras pada 2023 yang sebesar 31,10 juta ton.
Apakah Berkelanjutan?
Andreas mempertanyakan apakah swasembada beras bakal berlanjut pada 2026. Terlebih, stok awal tahun depan murni hanya akan ditopang oleh produksi, mengingat pemerintah sudah menutup keran impor beras pada tahun ini.
Andreas berharap fenomena La Nina dapat berlanjut agar produksi padi dalam negeri makin meningkat dan menopang kebutuhan masyarakat Indonesia.
"Pertanyaan besarnya swasembadanya berkelanjutan atau tidaK? Kalau La Nina berlanjut sampai 2026 barangkali kita bisa tertolong. Kalau tidak ya sudah cukup swasembada pada 2025, setelah itu impor lagi," ujarnya.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan Zulkifli Hasan memastikan Indonesia tidak akan mengimpor sejumlah komoditas pangan meliputi beras, jagung, gula, dan juga Garam pada 2025.
Penutupan impor jagung, kata dia, dilakukan khusus untuk pakan ternak. Kemudian penutupan keran impor untuk beras, gula, dan garam, hanya untuk konsumsi.
"Jadi 2025 tidak impor beras untuk konsumsi, jagung untuk konsumsi pakan, garam, dan gula untuk konsumsi," ujar Zulhas, sapaan akrabnya, dalam konferensi pers usai rapat keputusan neraca komoditas di Jakarta, Senin (9/12/2024).
(ain)
































