Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memastikan pemerintah akan tetap memberlakukan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari semula 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025, meski mendapat kritik dari kalangan pelaku ekonomi dan masyarakat. 

Kendati demikian, dia menegaskan pemerintah tidak mengenakan PPN terhadap barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan masyarakat. Potensi nilai pajak dari barang dan jasa yang mendapat fasilitas pembebasan PPN terhadap penerimaan negara diperkirakan mencapai Rp265,6 triliun pada 2025.

Bendahara Negara menyebutkan potensi nilai barang dan jasa yang memperoleh pembebasan PPN 2025 lebih tinggi dibanding tahun ini, ketika tarif PPN 11%, yakni diperkirakan mencapai Rp231 triliun.

"Jadi ada PPN yang tidak dikoleksi dari barang dan jasa yang PPN-nya dinolkan, meskipun UU menyebutkan PPN 11%. Jadi hal yang sama, kalau PPN 12%, barang-barang kebutuhan pokok tersebut tetap akan 0% PPN-nya," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN 2024, Rabu (11/12/2024).

Menkeu menegaskan, meski kebijakan berlaku tahun depan, PPN 12% tidak akan menyentuh barang-barang kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, susu segar, hingga gula konsumsi. PPN 12% juga tidak akan berlaku pada sektor jasa pendidkan, jasa kesehatan, jasa angkutan umum, jasa tenaga kerja hingga keuangan dan asuransi.

"12% hanya untuk barang mewah kami sedang menghitung dan menyiapkan," kata dia menegaskan.

"Kami akan konsisten atas asas keadilan," tegas dia.

"Nanti kami akan mengumumkan dengan Kemenko Perekonomian dalam rangka memberikan paket lebih lengkap," tegas dia.

Menkeu mengakui pihaknya berhati-hati merespons gejolak yang muncul di masyarakat, baik dari sisi konsumen maupin pengusaha hingga DPR.

"Kemenkeu di satu sisi akan terus menjaga kebijakan fiskal dan terutama dalam pelaksanaan UU perpajakan. Asas keadilan sangat penting," kata Sri Mulyani.

"Meskipun tidak sempurna tapi kami terus berusaha menyempurnakan, Kami sedang formulasikan secara lebih detail karena konsekuensi terhadap APBN," kata Menkeu menegaskan.

(lav)

No more pages