Bloomberg Technoz, Jakarta - Harga emas dunia kembali melambung menembus level di atas US$2.000 per troy ounce, menyusul antisipasi pelaku pasar yang mulai mengkhawatirkan risiko gagal bayar Amerika Serikat.
Harga emas berjangka pada Selasa malam di pasar Amerika, ditutup di level US$2.016,68 dan sampai pagi hari ini masih bertahan di zona US$2.000-an.
Pelaku pasar hari ini akan bersiap-siap menanti perkembangan terbaru dari hasil rapat (FOMC Meeting) Federal Reserve, bank sentral Amerika, yang akan memastikan level bunga acuan terbaru.
Kenaikan bunga acuan sebesar 25 bps menjadi ekspektasi mayoritas pelaku pasar dan itu akan menekan harga emas yang akan semakin tergilas pesona dolar AS.
Akan tetapi, di saat yang sama, kekhawatiran terkait risiko gagal bayar utang Amerika menyusul polemik terkait plafon utang (debt ceiling) yang masih berujung pangkal, ditambah data terbaru lapangan pekerjaan yang memperlihatkan pelemahan permintaan, membuat pamor emas kembali terungkit.
Pada Selasa kemarin, harga emas berjangka melompat sampai 1,7%, lompatan harga tertinggi dalam sebulan ke level US$2.016,68 per troy ounce. Pagi ini, berdasarkan pantauan terminal Bloomberg, harga kontrak emas sedikit beringsut ke level US$2.015,96.
Kenaikan harga emas dunia itu kemungkinan akan terefleksi pada harga emas Antam hari ini. Sebagaimana diketahui, harga emas Antam dipengaruhi oleh pergerakan harga emas dunia dan nilai tukar rupiah menghadapi dolar AS.
Kemarin, nilai tukar rupiah juga melemah sedikit meninggalkan zona Rp14.600-an, ditambah penguatan harga emas di pasar internasional, akan berimbas pada penyesuaian harga emas batangan yang diproduksi oleh PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) alias emas Antam. Harga emas Antam parkir di level Rp1,053 juta per gram pada Selasa (1/5/2023), anjlok 4% dari level tertinggi sepanjang masa yang tercipta akhir Maret lalu.
Gagal bayar utang Amerika
Emas terungkit sentimen yang menguar dari risiko gagal bayar utang negara dengan ukuran ekonomi terbesar di dunia itu. Perkembangan terakhir menyebutkan Presiden AS Joe Biden mengundang para pemimpin Kongres AS untuk bertemu pada 9 Mei mendatang untuk membahas tentang platform utang negara tersebut di mana AS sudah mendekati potensi gagal bayar yang kemungkinan terjadi awal Juni.
Sebelumnya, Gedung Putih mengatakan tidak akan bernegosiasi dengan Partai Republik untuk memperpanjang plafon utang. sementara Ketua DPR AS Kevin McCarthy telah berjanji untuk tidak memperpanjang batas tanpa pemotongan anggaran.
Tidak ada pihak yang tampak siap untuk mengalah menjelang kemungkinan pertemuan itu. McCarthy dan Pemimpin Minoritas Senat Mitch McConnell bahkan belum mengonfirmasi akan hadir.
Seorang pejabat Gedung Putih menekankan bahwa undangan tersebut tidak dapat diartikan sebagai Biden mengalah dari penolakannya untuk bernegosiasi mengenai plafon utang.
Menteri Keuangan AS Janet Yellen di sisi lain mengatakan kepada anggota parlemen pada Senin pagi bahwa negara itu berisiko mengalami gagal bayar paling cepat 1 Juni.
Risiko gagal bayar itu tentu bukan hal kecil. Maklum, Amerika sejauh ini mencatat nilai utang yang sangat besar melalui penerbitan US Treasury atau obligasi negara. Ada banyak negara-negara besar yang menjadi pemberi utang alias kreditur Amerika dengan memiliki US Treasury dalam nilai jumbo.
Berikut ini beberapa negara yang terancam tidak mendapatkan pengembalian apabila Amerika benar-benar gagal menaikkan plafon utang untuk membayar pinjaman, berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Keuangan AS yang dirilis 15 Maret 2023:
- Jepang, nilai kepemilikan US Treasury US$1.104,4 miliar
- China, nilai kepemilikan US Treasury US$859,4 miliar
- Inggris, nilai kepemilikan US Treasury US$668,3 miliar
- Belgia, nilai kepemilikan US Treasury US$331,1 miliar
- Luxemburg, US$318,2 miliar
- Cayman Island, US285,3 miliar
- Kanada, US$254,1 miliar
- Irlandia, US$253,4
- Taiwan, US$234,6 miliar
- India, US$232 miliar
- Hong Kong, US$226,8 miliar
- Brazil, US$214 miliar
- Singapura, US$187,6 miliar
- Prancis, US$183,9 miliar
- Saudi Arabia, US$111 miliar
(rui)