Bloomberg Technoz, Jakarta – Kementerian Perindustrian membuka peluang untuk pemberian insentif bagi produsen minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK), di tengah adanya usulan tarif cukai minimal 2,5% pada 2025.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menilai industri akan terdampak dari usulan ini jika pemerintahan baru memutuskan untuk menerapkan cukai tersebut. Dengan demikian, para produsen bisa sewaktu-waktu menaikkan harga MBDK-nya, sementara daya beli masyarakat kini tengah melemah.
"Kalau dampak saya kira akan ada ya karena kalau kita banyak mendengar penjelasan bahwa ini daya beli masyarakat sedang lemah, jadi saya kira itu akan ada pengaruh dari harganya itu sendiri," kata Agus ketika ditemui di Kompleks Parlemen,Kamis (12/9/2024).
Dengan demikian, Agus menyatakan membuka peluang untuk menyiapkan insentif bagi produsen sebagai jalan tengah. Adapun, insentif tersebut ditujukan agar produsen tidak menaikkan harga MBDK di pasaran. Sayangnya, Agus tidak mengelaborasi insentif apa yang disiapkan Kemenperin, lantaran masih dikaji.
"Mungkin nanti kita bisa menyiapkan insentif-insentif yang bisa kita alokasikan kepada kepada produsen itu sendiri agar dia tidak menaikkan harganya ya. [Namun] insentif-insentif itu nanti bisa coba kita pelajari seperti apa," tuturnya.

Untuk diketahui, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI merekomendasikan agar pemerintah menerapkan tarif cukai MBDK sebesar 2,5% pada 2025. Tak hanya itu, BAKN turut mengusulkan agar tarif MBDK dapat naik secara bertahap hingga mencapai 20%.
Hal tersebut tercantum dalam hasil rapat BAKN bersama Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN yang digelar Selasa (10/9/2024).
"BAKN merekomendasikan pemerintah untuk menerapkan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) sebesar 2,5% pada 2025, dan secara bertahap sampai dengan 20%," sebagaimana tertulis dalam kesimpulan hasil rapat tersebut.
Ketua BAKN DPR RI Wahyu Sanjaya menjelaskan kebijakan tersebut perlu dilakukan untuk mengurangi dampak negatif dari minuman berpemanis serta untuk meningkatkan penerimaan negara dari cukai dan mengurangi ketergantungan dari Cukai Hasil Tembakau (CHT).
"Kan kita sendiri lihat bahwasannya dampak negatifnya sudah mulai dirasakan anak-anak ada yang mau obesitas, karena bagaimanapun juga seperti yang saya bilang tadi itu kan kita mengacu lagi kepada fungsi cukai itu seperti apa membatasi agar dampak negatif yang ditimbulkan itu tidak besar," tutur Wahyu di Kompleks DPR RI, Selasa (10/9/2024).
Pada pemberitaan sebelumnya, Ditjen Bea Cukai Kemenkeu menjelaskan terdapat dua kategori minuman berpemanis yang akan dikenakan cukai MBDK.Kedua kategori yang dimaksud adalah produk minuman siap saji dan produk minuman konsentrat yang dikemas dalam bentuk penjualan eceran.
Sementara itu, minuman tradisional yang dijual di warung atau toko kelontong dikecualikan dari pengenaan cukai MBDK. Berdasarkan bahan paparannya, terdapat beberapa produk yang tidak dipungut atau bebas dari cukai MBDK, seperti produk yang digunakan untuk keperluan medis, madu jus tanpa pemanis tambahan, serta minuman yang dijual dan dikonsumsi di tempat seperti warung makan hingga toko tradisional.
"Kalau di warung-warung itu minuman teh segala macem itu biasanya gulanya tidak sedikit, nah ini kami tidak ke arah sana tapi kami ke industrinya," ucap Direktur Teknis dan Fasilitas Ditjen Bea Cukai Iyan Rubiyanto dalam Kuliah Umum PKN Stan yang disiarkan secara virtual, dikutip Rabu (24/7/2024).
(prc/wdh)