Bloomberg Technoz, Jakarta - Pengusaha jalan tol, Jusuf Hamka mengatakan, sempat mendapat usul untuk bertanya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait utang pemerintah yang belum juga dibayar. Padahal, sesuai aturan, pemerintah bisa terkena denda yang semakin besar jika terus menunda pelunasan utang pada PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP).
"Ada yang mengatakan perlu juga ditanyakan kepada KPK. Saya bilang nanti, jangan terlalu jauh," kata Jusuf Hamka, Rabu (24/7/2024). "Saya prinsipnya nggak mau yang begituan. Saya cuma berserah diri saja."
Ide konsultasi kepada KPK muncul usai dirinya kembali menyambangi mantan Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Dalam pertemuan, mantan calon wapres Pemilu 2024 tersebut mengaku telah berdiskusi dengan pimpinan KPK soal risiko dari penundaan pembayaran utang kepada CMNP.
Menurut Jusuf, Mahfud MD mengatakan, pimpinan KPK menilai besaran denda 2% per bulan akibat tak melunasi hutang usai Juni 2024 masuk dalam kategori kerugian negara. Dalam UU Korupsi, sejumlah tindakan yang menyebabkan kerugian negara dan memperkaya orang lain masuk dalam kategori pelanggaran pidana.
Kata dia, Mahfud MD pun sudah menyampaikan pertimbangan pimpinan KPK kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Desember 2023. Meski demikian, hingga saat ini, Kemenkeu sama sekali belum memberikan kepastian soal utang pemerintah pada CMNP.
“Konon katanya Pak Mahfud, [pemerintah] bisa dikenakan pidana dan itu sudah sempat dipertanyakan oleh Pak mahfud kepada komisioner KPK,” ujar Jusuf Hamka.
Selain KPK, kuasa hukum Jusuf Hamka rencananya akan melapor tindakan pemerintahan kepada Komnas HAM. Mereka juga akan mengajukan gugatan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Upaya perdamaian sudah terjadi. Dijanjikan sudah terjadi. Terus di PHP juga sudah terjadi. Kemudian mau kembali lagi kepada utang pokok lagi. Jadi seolah-olah ya dipingpong begitu,” ujar dia.
“Ya kita sudah kekuatan hukum tapi tidak diakui. Kita coba lagi proses hukum yang lain lah.”
Kasus utang negara itu bermula saat krisis keuangan tahun 1997-1998. Perusahaan jalan tol milik Jusuf, CMNP menyimpan dana deposito senilai Rp78,84 miliar dan giro Rp76,09 juta di Bank Yakin Makmur (Yama). Yang kemudian Bank itu tertimpa krisis moneter tahun 1998 dan telah dilikuidasi oleh pemerintah.
Kemudian, pemerintah merilis Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang ditujukan kepada bank agar bisa membayar kepada para deposannya.
Namun, pemerintah menilai Bank Yama dan CMNP memiliki hubungan afiliasi, maka ketentuan atas deposito CMNP tidak mendapatkan penjaminan pemerintah.
(mfd/frg)