Logo Bloomberg Technoz

Menurut Saleh, SPBU yang beralih dari menjual Pertalite menjadi Pertamax Green 95 disebabkan karena operator melihat pangsa pasar pada wilayah tertentu dengan memperhitungkan nilai ekonominya, bukan karena adanya wacana untuk menghapus Pertalite perlahan dan menggantinya dengan Pertamax Green.

"Kalau ada SPBU yang sudah tidak menjual Pertalite, tentu [mereka] melihat pangsa pasar yang mereka sasar atau yang dominan di sekitarnya. Kalau dia menjual Pertamax Green 95, berarti dia sudah menghitung aspek ekonominya. Dan, Pertamax Green 95 merupakan jenis BBM dengan kualitas baik dan lebih ramah lingkungan," terang Saleh. 

Petugas mengisi BBM jenis Pertalite di SPBU Pertamina Rest Area Tol Tangerang-Jakarta KM 14, Senin (1/4/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Di sisi lain; PT Pertamina Patra Niaga, subholding commercial and trading PT Pertamina (Persero), mengatakan selama ini memang sudah banyak SPBU yang hanya menjual bensin jenis nonsubsidi alias non-Pertalite.

Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting menjelaskan alasannya adalah karena permintaan Pertamax Green di tingkat konsumen mulai mengalami pertumbuhan, meski belum terlalu besar.

Pertumbuhan itu yang pada akhirnya mendorong Pertamina menambah penyediaan BBM dengan research octane number (RON) 95 dan etanol 5% tersebut di beberapa daerah sesuai dengan pasar.

“Saat ini tersebar 63 outlet Pertamax Green di Jabodetabek dan Jawa Timur. [Sementara itu,] kita ada sekitar 7.800 SPBU reguler dari total 15.000 lembaga penyalur BBM,” ujar Irto saat dihubungi Bloomberg Technoz, Selasa (23/4/2024) petang.

Namun, Irto memastikan perseroan tetap akan menjual Pertalite yang merupakan JBKP sesuai dengan penugasan yang diberikan oleh pemerintah selaku regulator.

Petugas melakukan ukur ulang isi BBM di SPBU 34-15137 Rest Area Tol Tangerang - Jakarta, Senin (1/4/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Sebelumnya, Pertamina telah mengisyaratkan rencana untuk mengonversi Pertalite menjadi Pertamax Green 92 mulai 2024, meski belum didetailkan kapan persisnya BBM bauran bioetanol 7% (E7) itu mulai dipasarkan.

Menurut Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dalam rapat bersama Komisi VII DPR RI akhir Agustus, Pertamax Green 92 kemungkinan dibanderol seharga Pertalite alias sekitar Rp10.000/liter. Dengan bauran E7, bahan bakar tersebut diklaim menaikkan RON Pertalite dari 90 menjadi 92.

"Tidak mungkin harga [Pertamax Green 92] diserahkan ke pasar. Tentu ada mekanisme subsidi dan kompensasi di dalamnya," ujar Nicke saat itu.

Nicke menjelaskan rencana penghapusan Pertalite merupakan bagian dari program Langit Biru untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Pada program Langit Biru Tahap 1, Pertamina telah menaikkan produk BBM subsidi dari BBM RON 88 Premium menjadi RON 90 Pertalite.

"Dengan harga yang sama, masyarakat mendapatkan yang lebih baik, dengan angka oktan yang lebih baik sehingga untuk mesin juga lebih baik, sekaligus emisinya juga menurun," tegas Nicke.

Namun, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir membantah Pertamina akan menghapus Pertalite pada 2024.

Dia menjelaskan sebenarnya perusahaan tambang dan minyak milik negara itu mengusulkan skema agar penggunaan bensin dapat lebih efisien dan ramah lingkungan, salah satunya dengan mengkaji produksi Pertamax Green 92.

Enggak. Semua pembicaraannya dibentuk media, katanya Pertalite akan dihapus. Tidak pernah ada statement itu. Enggak ada, yang ngomong siapa?” ujarnya usai acara Tumbuh Bersama, Bisa Tumbuh di Tangerang, awal September.

(dov/wdh)

No more pages