Logo Bloomberg Technoz

Hal ini menyebabkan para pelaku pasar memperkirakan penurunan suku bunga yang lebih sedikit pada 2024 dibandingkan pejabat Bank Sentral itu sendiri. 

Seperti yang diwartakan Bloomberg News, Penjualan Ritel Amerika Serikat melonjak 0,7% dari Februari sebelumnya, data Departemen Perdagangan menunjukkan pada Senin. Sesuai dengan estimasi tertinggi dalam survei Bloomberg terhadap para ekonom. Tidak termasuk mobil dan bensin, Penjualan Ritel menguat 1%.

Angka tersebut mencatat kenaikan yang lebih dari perkiraan di Maret dan bulan sebelumnya direvisi lebih tinggi.

Data tersebut juga mencerminkan banyak momentum dalam belanja konsumen menuju Kuartal II-2024. Selama pasar tenaga kerja yang kuat mendukung permintaan rumah tangga, ada risiko bahwa inflasi akan mengakar di dalam perekonomian dan semakin menunda penurunan suku bunga dari Federal Reserve.

"Saham mulai melanggar tren naik (Uptrend) dan mundur (Pull–Back)," kata Craig Johnson di Piper Sandler.

"Suku bunga diperkirakan akan tetap tinggi lebih lama. Pendekatan yang lebih hati-hati dan taktis lebih disukai saat musim pendapatan berlangsung," jelasnya.

Sentimen selanjutnya, meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah yang memicu investor untuk menghindari aset-aset berisiko, seperti saham. Pada penutupan pekan kemarin, Iran melakukan serangan balasan kepada Israel. Iran meluncurkan misil dan pesawat drone ke wilayah negara Israel.

Teheran menegaskan operasi militer itu sah dilakukan, sesuai dengan Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa Pasal 51. Sebab, sebelumnya Israel menyerang kantor Kedutaan Besar Iran di Damaskus (Suriah).

"Risiko geopolitik kembali menjadi perhatian utama dengan serangan misil dan drone Iran ke Israel," kata Redmond Wong, Ahli Strategi Pasar di Saxo Capital Markets, seperti yang diwartakan Bloomberg News.

Tim Research Phillip Sekuritas memaparkan, komentar dari sejumlah pejabat tinggi Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) memicu kekhawatiran bahwa Federal Reserve dapat menunda penurunan suku bunga di tahun ini. 

“Presiden Federal Reserve Bank di Minnesota, Neel Kashkari, memberi peringatan bahwa Federal Reserve mungkin tidak akan menurunkan suku bunga sama sekali di tahun 2024 jika tidak ada kemajuan berarti pada penurunan data inflasi,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas.

Sementara itu, Presiden Federal Reserve Bank di Richmond, Thomas Barkin, mengatakan, Bank Sentral AS memiliki waktu untuk menunggu inflasi bergerak turun mendekati target 2% sebelum mulai menurunkan suku bunga.

Dari dalam negeri, depresiasi rupiah menjadi sentimen negatif yang amat berat bagi IHSG. Rupiah juga diprediksi akan kembali lesu di hadapan dolar Amerika Serikat, melampaui level terlemah sejak 2020 silam ketika pandemi Covid-19 menjalar dan membawa rupiah melampaui Rp16.000/US$.

Adapun rupiah juga tertekan aksi jual di pasar surat utang, terseret sentimen global yang kian memburuk, imbas kekhawatiran pasca rilis data Indeks Manufaktur yang mencatat ekspansi tak terduga.

Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana memaparkan, IHSG menguat 0,45% ke 7.286 dan masih disertai dengan munculnya volume pembelian, IHSG pun mampu ditutup di atas MA-60.

“Pada label hitam, pergerakan IHSG diperkirakan akan kembali terkoreksi untuk menguji kembali area support di 7.099 dan akan berpeluang menguat kembali untuk menguji 7.432 hingga 7.600,” papar Herditya dalam risetnya pada Selasa (16/4/2024).

Herditya juga memberikan catatan, namun, pada label merah, apabila IHSG menembus support 7.099 maka IHSG masih rawan melanjutkan koreksinya menguji 6.931-7.021 untuk membentuk wave (c) dari wave [iv].

Bersamaan dengan risetnya, Herditya memberikan rekomendasi saham hari ini, BBCA, ELSA, ESSA, dan MAHA.

Analis Phintraco Sekuritas juga memaparkan, IHSG berpotensi melemah di hari pertama pasca libur panjang Idul Fitri. Pasar diperkirakan melakukan penyesuaian terhadap perkembangan yang terjadi sepekan terakhir, terutama penguatan USD Index.

“Kondisi ini berpotensi memicu pelemahan signifikan nilai tukar Rupiah di hari pertama perdagangan (16/4). Ekonom memperkirakan nilai tukar Rupiah berpotensi menyentuh Rp15,900-Rp16,000 per USD di Selasa (16/4),” tulisnya.

Kondisi di atas dipengaruhi oleh pergerseran ekspektasi pasar terhadap pemangkasan sukubunga acuan oleh The Fed dalam sepekan terakhir. CME FedWatch Tools mencatat peluang pemangkasan sukubunga acuan di FOMC Juni 2024 tinggal tersisa 26,9% dari pekan sebelumnya di atas 60%.

Melihat hal tersebut, Phintraco memberikan rangkuman rekomendasi saham hari ini meliputi pada saham-saham yang lebih defensif, seperti consumer-related dan infrastruktur (Telekomunikasi) dapat diperhatikan.

(fad)

No more pages