Logo Bloomberg Technoz

Mengekor Wall Street, Bursa Saham Asia Tertekan

News
23 March 2023 08:29
Ilustrasi Bursa Saham Jepang (Sumber: Bloomberg)
Ilustrasi Bursa Saham Jepang (Sumber: Bloomberg)

Brett Miller - Bloomberg News

Bloomberg - Bursa saham Asia bergerak melemah pada perdagangan pagi ini, mengikuti koreksi di Amerika Serikat (AS). Pernyataan Menteri Keuangan AS Janet Yellen dan sinyal Bank Sentral AS The Federal Reserve/The Fed tidak menurunkan suku bunga acuan tahun ini menjadi sentimen negatif di pasar.

Mengutip Bloomberg News, indeks saham acuan di Jepang, Korea Selatan dan Australia melemah. Namun depresiasi nilai tukar dolar AS mungkin masih bisa membantu sejumlah aset di Asia, utamanya di negara-negara berkembang.

Sedangkan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Australia dibuka turun mendekati 10 basis poin (bps).

“Pasar keuangan Asia kemungkinan akan mengikuti AS. Jadi harga obligasi naik, saham turun. Walau koreksi di pasar saham Asia bisa teredam oleh pelemahan dolar AS,” sebut Chamath De Silva, Manajer Portofolio di BetaShares Holdings Pty.

Wall Street mendapat 2 pukulan. Sempat menguat kala The Fed memutuskan kenaikan suku bunga acuan 25 basis poin (bps) yang sejalan dengan ekspektasi pasar, Wall Street berbalik melemah kala Yellen menegaskan di hadapan Kongres bahwa pemerintah tidak mempertimbangkan menjamin seluruh dana nasabah di perbankan (blanket guarantee). 

Sementara dalam jumpa pers usai rapat Komite Pengambil Kebijakan The Fed (FOMC), Ketua Jerome Powell menyebut bank sentral siap untuk terus menaikkan suku bunga acuan sampai tekanan inflasi menunjukkan tanda-tanda mereda.

Indeks S&P 500 anjlok 1,7%. Sedangkan Dow Jones Industrial Average (DJIA) dan Nasdaq 100 terkoreksi masing-masing 1,6% dan 1,4%.

Seluruh emiten di indeks KBS Bank melemah, dengan emiten-emiten besar terkoreksi hampir 5%. Yield obligasi pemerintah AS tenor 2 tahun, yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga, anjlok 23 bps ke 3,94%. Sementara dolar AS kembali melemah untuk kelima hari beruntun, koreksi harian terpanjang sejak April 2021.

Meski pasar tengah berada dalam “volatilitas tinggi”, tetapi ada kemungkinan untuk tenang hari ini. “Saya menduga peristiwa-peristiwa besar sudah berlalu, sehingga aspek risiko bisa membaik seiring perjalanan,” ujar John Bromhead, Strategist di Australia & New Zealand Banking Group.

Pasar swap menunjukkan The Fed kemungkinan kembali menaikkan suku bunga acuan 25 bps pada rapat Mei 2023, dengan peluang sekitar 50%. Meski sudah ada petunjuk dari Powell, tetapi pasar tetap memperkirakan The Fed bisa menurunkan suku bunga acuan tahun ini. Federal Funds Rate diperkirakan ada di sekitar 4,2% pada Desember.

“Saya tidak menilai penurunan suku bunga akan terjadi dalam waktu dekat. Namun penurunan akan lebih besar jika data ekonomi memburuk,” kata Matthew Hornbach, Global Head of Macro Strategy di Morgan Stanley kepada Bloomberg Television.

Powell sendiri, dalam jawabannya di konferensi pers, menegaskan bahwa bank sentral “tidak” melihat penurunan suku bunga tahun ini. The Fed bahkan akan menaikkan suku bunga lebih tinggi jika diperlikan.

“Penurunan suku bunga tidak ada dalam skenario dasar (base case) kami,” katanya.

(bbn)