Di Australia, Gen-Z Bakal Lebih Miskin Dari Orang Tuanya
News
15 March 2023 08:30

Swati Pandey - Bloomberg News
Bloomberg - Generasi Z (yang lahir setelah 1995) di Australia kemungkinan akan bernasib lebih buruk dari orang tua mereka. Pekerjaan yang tidak menjamin, kekurangan pasokan rumah, dan pemanasan global menggerus prospek mereka, kata ekonom Alison Pennington.
Bloomberg News memberitakan, tingkat pengangguran usia muda 2 kali lipat dari angka nasional. Utang pendidikan (student debt) yang meningkat, pekerjaan paruh waktu yang makin sedikit, dan biaya sewa rumah yang terus naik membuat orang muda tidak dalam posisi yang baik. Demikian dituliskan Pennington, penasihat senior di pemerintah, dalam buku terbarunya berjudul “Gen F’d?”.
Pennington bilang bukunya bertujuan untuk menggalang bantuan untuk orang-orang muda di Australia agar bisa menggapai masa depan mereka. Pennington menyebut anak-anak muda ini sebenarnya masih menunjukkan “daya tahan yang luar biasa” terhadap tantangan besar. Namun ini tidak bisa bertahan lama sehingga harus berubah.
Berikut ini adalah kutipan wawancara dengan Pennington yang dilakukan melalui Zoom:
Baca Juga
Dari mana inspirasi untuk judul buku ini?
Saya ingin masuk ke hal yang saya pikir adalah kondisi yang dirasakan oleh mayoritas orang-orang muda. Mereka hidup seperti ini dari minggu ke minggu tanpa bisa membayangkan memiliki sumber daya untuk menjamin kehidupan dalam jangka panjang. Namun juga soal krisis iklim, dan bagaimana itu membuat kehidupan umat manusia menjadi lebih sulit. Jadi saya rasa banyak orang muda berpikir mereka adalah Gen F’d. Saya menaruh tanda tanya di belakang karena buku ini tidak ingin menggambarkan kemuraman.
Solusi apa yang mungkin bisa ditempuh?
Kita harus melihat apa yang tidak berhasil selama ini. Pandangan umum terhadap kelompok ini adalah kelas menengah-atas dan berpendidikan. Pandangan universal ini mengesampingan banyak orang muda.
Poin penting dalam buku ini adalah kapasitas kita untuk terhubung satu sama lain terkikis karena terlalu banyak mamandang layar. Jadi buku ini bertujuan untuk membangun kembali ikatan sosial. Manusia butuh ikatan itu.
Satu hal yang membuat jarak antar generasi adalah kebijakan yang memihak warga berusia lanjut sementara anggarannya datang dari orang muda…
Kita menghabiskan lebih dari AU$ 14 miliar (Rp 143,65 triliun) untuk insentif pajak konsesi perumahan setiap tahunnya. Ini bisa dialihkan ke kebijakan alternatif untuk mengatasi mahalnya harga rumah. Ditambah lagi AU$ 5 miliar (Rp 51,3 triliun) dari Commonwealth Rent Assistance. Itu bisa dipakai untuk membangun perumahan berkualitas tinggi seperti di negara-negara Skandinavia. Kita juga harus menyadari bahwa rumah jangan dipandang sebagai komoditas, orang-orang butuh rumah untuk tinggal.
Seberapa sulit untuk mengubah sistem perpajakan ini?
Bahkan pemerintah pun melihat bahwa pajak konsesi ini hanya menargetkan 0,5% warga kelas atas. Ini tentu mendatangkan kritik di berbagai media.
Apa yang belum dilakukan sampai saat ini?
Kita meyakini bahwa seorang pengacara semestinya membayar pajak lebih tinggi dari perawat, guru, atau petugas kebersihan. Jika Anda memiliki lebih, maka Anda harus membayar lebih. Namun kita tidak menerapkan progresivitas seiring kekayaan yang dihasilkan. Uang yang dihasilkan dari bekerja 10 kali lebih mungkin kena pajak dibandingkan uang dari keuntungan (capital gain). Jika kita adalah bangsa yang menghargai kerja keras, maka menjadi absurd saat kita membiarkan mereka dengan kekayaan miliaran dolar melakukan akumulasi di luar sistem perpajakan.
Apa saja dampak yang mungkin terjadi karena ketimpangan ini?
Sudah banyak riset internasional yang menyebutkan peningkatan ketimpangan adalah racun bagi ekonomi. Racun bagi pertumbuhan, produktivitas, ikatan sosial, dan menumbuhkan gerakan sayap kanan. Kita sudah melihat elemen-elemen itu mendekat.
Di mana pemerintah harus memulai?
Sulit untuk melihat perlakuan absurd terhadap kekayaan dan sistem perpajakan. Saya rasa tekanan ke pemerintah akan terlihat di isu ketimpangan.
(bbn)