Logo Bloomberg Technoz


Seiring dengan terus dibangunnya kapasitas di China, ditambah dengan dorongan agresif dari Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) untuk mengembangkan industri mereka, persaingan untuk investasi pun makin ketat—meski dalam pasar yang terus tumbuh.

“Sejauh ini, nilai tambah berbagai produk nikel Indonesia berkisar antara dua hingga 11 kali lipat dibandingkan dengan produk mentahnya. Namun, nilai ini masih jauh di bawah nilai tambah yang lebih dari 60 kali lipat jika mencapai produksi baterai,” kata Energy Shift.

Selaras dengan hal itu, Energy Shift memperkirakan permintaan nikel dunia untuk baterai sangat mungkin terus melambung seiring dengan laju adopsi EV,meskipun hadir teknologi alternatif.

“Berdasarkan perkembangan yang ada, produsen baterai lebih condong menempatkan investasi pabrik mereka mengikuti perkembangan pasar KBLBB, tetapi adopsi kendaraan listrik di Indonesia masih cukup lamban.”

Berita masuknya BYD ke Indonesia pun kemungkinan tidak akan berimbas besar dalam pengembangan pabrik baterai berbasis nikel karena model kendaraan mereka yang kebanyakan menggunakan baterai tanpa nikel.

Belum lagi, menurut lembaga tersebut, ketatnya persaingan Indonesia dengan negara Asean lain untuk memberikan insentif guna mendapatkan investasi pabrikan EV dan baterai, juga menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas daya tawar hilirisasi nikel dalam mendorong industri baterai dan EV di Tanah Air.

“Dengan arah saat ini, kemungkinan Indonesia hanya akan bergeser dari eksportir produk nikel untuk baja nirkarat menjadi eksportir produk setengah jadi untuk industri baterai,” menurut institut itu.

Seiring dengan pesatnya pertumbuhan permintaan nikel dunia, penting untuk berbagai pihak yang terlibat agar tidak memandang enteng skala pertumbuhan ke depan karena revolusi EV dunia baru saja memasuki babak awal. 

Bengisian daya baterai kendaraan listrik./Bloomberg-Michaela Nagyidaiova

Bersaing dengan Kanada

Bukti bahwa persaingan pabrikan baterai dan EV global makin ketat di tengah masifnya produksi nikel dari Indonesia tecermin dalam kabar bahwa perusahaan pertambangan Canada Nickel Co Inc berencana untuk mengembangkan pabrik pengolahan nikel di Ontario yang akan menelan biaya US$1 miliar dan menjadi yang terbesar di Amerika Utara setelah selesai dibangun.

Dilaporkan Bloomberg, pabrik tersebut akan memiliki kapasitas untuk memproduksi lebih dari 80.000 ton nikel setiap tahunnya, dan akan mulai beroperasi pada awal 2027, kata perusahaan tambang yang berbasis di Toronto tersebut dalam siaran persnya. 

Perusahaan juga berencana membangun pabrik produksi baja nirkarat dan paduan untuk memproses konsentrat nikel dan kromium, yang akan menelan biaya tambahan US$2 miliar, menurut Chief Executive Officer Mark Selby.

Rencana tersebut bertujuan untuk mengisi kesenjangan dalam rantai pasokan kendaraan listrik di Amerika Utara, yang umumnya kekurangan infrastruktur untuk memproses dan memurnikan bahan-bahan utama seperti nikel, tembaga, dan litium.

Sebagian besar logam yang diekstraksi dari tambang di kawasan ini dikirim ke China untuk diproses, sebelum dikembalikan ke Amerika Utara untuk produsen mobil dalam negeri.

Kapitalisasi pasar Canada Nickel adalah sekitar US$166 juta pada penutupan pasar Rabu, waktu setempat. Perusahaan berencana mencari dana dari pemerintah Kanada dan Ontario untuk membantu membangun pabrik, kata Selby.

Harga nikel telah mengalami penurunan drastis dalam beberapa bulan terakhir karena banyaknya pasokan baru dari Indonesia yang membanjiri pasar – didorong oleh investasi China dan terobosan teknologi besar. Tambang-tambang nikel di seluruh dunia pun berisiko ditutup, sementara tambang-tambang lain meminta dana talangan negara atau bangkrut.

Selby, yang perusahaannya mengembangkan deposit nikel di utara Ontario, memperkirakan permintaan nikel Amerika Utara akan tumbuh seiring pemerintah dan produsen mobil mendorong sumber logam baterai dalam negeri.

“Nikel selalu dipandang sebagai logam strategis,” kata Selby dalam sebuah wawancara.

“Mengingat kondisi geopolitik saat ini, dan kendali China atas sumber daya Indonesia, yang menjadikan Indonesia dan China hanya bergantung pada nikel, saya rasa tidak banyak pengguna akhir dan pemerintah di sini yang menginginkan hal tersebut [pasok bahan baku nikel dari RI].”

(wdh)

No more pages