Logo Bloomberg Technoz

Pasokan Nikel Berlebih, Smelter RKEF Tak Kunjung Dimoratorium

Sultan Ibnu Affan
30 January 2024 07:00

Pekerja mengawasi aliran logam cair panas hasil tambang nikel saat mengalir dari tungku di Norilsk, Rusia. (Andrey Rudakov/Bloomberg)
Pekerja mengawasi aliran logam cair panas hasil tambang nikel saat mengalir dari tungku di Norilsk, Rusia. (Andrey Rudakov/Bloomberg)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Pemerintah tidak kunjung merealisasikan kebijakan moratorium pembangunan smelter nikel kelas II baru, sejalan dengan upaya menjaga keseimbangan permintaan dan cadangan komoditas mineral logam itu di dalam negeri.

Saat ini, padahal, pasokan nikel saprolite terbilang berlebih, seiring dengan jorjoran produksinya di dalam negeri, yang belakangan juga menyebabkan harganya anjlok sepanjang tahun lalu.

"Kita belum ada pembahasan seperti itu. Kita terus saja memastikan bahwa suplainya cocok, suplainya ada, keekonomiannya masuk," ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana saat ditemui di Jakarta, Senin (29/1/2024).

Sekadar catatan, smelter nikel kelas II atau pirometalurgi adalah yang menggunakan teknologi rotary kiln-electric furnace (RKEF), yang menghasilkan olahan feronikel (FeNi) dan nickel pig iron (NPI) sebagai bahan baku komoditas besi dan baja nirkarat (stainless steel). Smelter RKEF ini membutuhkan bijih nikel kadar tinggi (saprolite) sebagai bahan bakunya.

Smelter nikel PT Vale Indonesia Tbk di Sorowako, Sulawesi Selatan./Bloomberg-Dimas Ardian

Saat ini, Indonesia memang diklaim sebagai negara yang memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, dengan mengambil porsi 25% dari total cadangan global.