Sementara bila menarik data lebih jauh dari awal tahun hingga akhir November, pemodal asing telah memborong Rp71,69 triliun SBN, dan membeli Rp37,27 triliun di SRBI serta masih mencatat posisi jual neto di pasar saham sebesar Rp15,22 triliun.
Posisi kepemilikan asing di SBN sampai 30 November, menurut data Kementerian Keuangan yang terakhir dirilis, mencapai Rp833,88 triliun, tertinggi sejak April 2022.
Reli kenaikan animo asing di aset-aset pasar keuangan Indonesia diperkirakan masih akan berlanjut dengan semakin kuatnya sinyal penurunan bunga acuan oleh The Fed tahun depan. Pada saat yang sama, kondisi APBN yang sejauh ini masih terkendali memungkinkan Indonesia mengakhiri penerbitan obligasi lebih cepat, menurut penilaian Philip McNicholas, analis pasar surat utang negara dari Robeco Group di Singapura, seperti dilansir oleh Bloomberg News, Senin (4/12/2023).
"Kurangnya pasokan kemungkinan membuat pasar mempertahankan bias untuk melemah hingga sekitar pertengahan Januari kecuali ada pasokan yang mengejutkan dan substansial di pasar Treasury," jelas analis.
Selain itu, komitmen Bank Indonesia melindungi mata uang melalui kenaikan bunga acuan pada Oktober juga berimbas menjaga selisih yield masih tetap tinggi. Hal itu, membuat daya tarik aset Indonesia masih menarik di mata asing.
Sampai siang ini, selisih yield SBN 10 tahun dengan US Treasury 10 tahun berada di kisaran 230 basis poin, cukup lebar setelah sebelumnya sempat menyempit di bawah 200 bps.
Yield SBN 10 tahun saat ini di 6,54%, turun 2,8 bps. Sementara yield Treasury 10 tahun sekarang sudah 4,25%.
Rupiah juga bertahan menguat di level Rp15.454/US$, menguat 0,2% jelang penutupan sesi 1 perdagangan hari ini. Sementara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) reli kencang dengan penguatan 1,07% ke 7.133.
(rui/roy)