Logo Bloomberg Technoz

Windfall Komoditas Berakhir, Transaksi Berjalan Bisa Defisit Lagi

Ruisa Khoiriyah
15 February 2023 08:48

Ilustrasi Fasilitas Pengeboran Minyak (Sumber: Bloomberg)
Ilustrasi Fasilitas Pengeboran Minyak (Sumber: Bloomberg)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Hari ini, Rabu (15/2/2023), Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data terbaru kinerja perdagangan internasional Indonesia selama Januari 2023. Para analis pasar memperkirakan surplus perdagangan akan semakin menyempit menyusul tren perlambatan permintaan dunia dan penurunan harga komoditas global.

Sepanjang 2023 ini, transaksi berjalan akan beringsut ke posisi defisit sebesar 1,10% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dari posisi surplus 1,05% terhadap PDB pada 2022. 

Chief Economist PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Faisal Rachman menyebut ada beberapa faktor yang membalik posisi transaksi berjalan dari tadinya surplus menjadi defisit. Pertama, pertumbuhan ekspor tahun ini akan melambat akibat penurunan harga komoditas menyusul kelesuan permintaan global sehingga surplus perdagangan akan terus menyusut. 

Penguatan rupiah disokong salah satunya oleh kinerja neraca perdagangan yang mengesankan (Bloomberg)

Meski begitu, surplus neraca ekspor impor bisa bertahan lebih lama karena penurunan harga komoditas diperkirakan akan terjadi perlahan menyusul langkah China membuka kembali ekonominya. Sebagai catatan, hingga Desember tahun lalu, neraca perdagangan mencatat surplus selama 32 bulan berturut-turut sejak Mei 2020 dengan capaian surplus tertinggi dalam sejarah pada 2022 secara kumulatif sebesar US$ 54,46 miliar.

Kedua, pertumbuhan impor selama 2023 diperkirakan akan lebih tinggi ketimbang pertumbuhan ekspor menyusul penguatan permintaan domestik terdorong normalisasi aktivitas masyarakat pasca pandemi dan berlanjutnya Proyek Strategis Nasional.