Salah satunya, terdapat beberapa perusahaan nikel yang dikenai denda, padahal wilayah yang dimaksud berada di luar titik wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) perusahaan.
Sekretaris Umum APNI Meidy Katrin Lengkey menjelakan ada sejumlah perusahaan yang ditagih denda, padahal lahan yang dimaksud Satgas PKH merupakan wilayah infrastruktur yang tidak terkait dengan WIUP perusahaan.
Dia juga menilai satgas tersebut seperti tidak memiliki landasan tetap dalam menindak pelanggaran yang dilakukan sejumlah pemegang izin usaha pertambangan (IUP), sebab perhitungan pengenaan denda kerap berbeda-beda antarperusahaan.
APNI juga mempertanyakan mengapa denda kawasan hutan yang menerbitkan justru Kementerian ESDM, bukan Kementerian Kehutanan (Kemenhut).
"Jadi kalau kita sih bahasanya, ini kayaknya ada satu tebang pilih, formulanya enggak fiks. Perlakuan satgas juga beda-beda, kemudian juga perlakuan ke perusahaannya juga beda-beda, ada yang dihitung per tahun, ada yang kena enggak per tahun, ada yang kagak, ini gimana? Itu sudah enggak masuk akal," beber Meidy ditemui di kawasan Jakarta Selatan, pekan lalu.
Ditemui di lokasi yang sama, Ketua Umum APNI Nanan Soekarna mengatakan asosiasinya bersama Forum Industri Nikel Indonesia (FINI) akan menyurati Presiden Prabowo Subianto untuk meminta kejelasan terkait dengan landasan pengenaan denda kawasan hutan yang mencapai Rp6,5 miliar/hektare.
Nanan menegaskan FINI dan APNI sangat mendukung pemberantasan tambang ilegal dan tak berizin, sehingga surat yang dikirimkan bukan meminta pencabutan atau revisi aturan, melainkan meminta penjelasan ihwal dasar penetapan denda tersebut.
Selain itu, surat tersebut juga akan meminta penjelasan pemerintah terkait dengan adanya perbedaan formulasi hingga perlakukan yang dilakukan oleh Satgas PKH dalam menagihkan denda.
"Nah itu, jadi ada formulasi yang sama. Jadi Satgas kan beda-beda nih, Satgas 1, 2, 3, 4, 5. Nah, harapan kita justru formulanya sama. Loh ini kok beda, ini kok beda. Nah, kita ada formula sama waktu misalnya ke lapangan," ungkap Nanan dalam kesempatan itu.
Dia juga berharap Satgas PKH dapat menerima sanggahan-sanggahan yang dijelaskan oleh perusahaan nikel terhadap tudingan melanggar wilayah kawasan hutan tersebut. Sebab, terdapat beberapa perusahaan yang memiliki bukti bahwa wilayah yang dituding tak termasuk dalam WIUP perusahaan.
"Kalau saya, bagi yang ilegal tindak-tindak habis, malah kalau perlu [dendanya] Rp1 triliun. Bagi yang ilegal, yang tidak ada IUP malah tidak ditindak. Kita yang ada IUP, malah ditindak. Satgas fokus ke sana harusnya, mana yang non-IUP dulu hajar semua," tukas dia.
(azr/ros)






























