Eniya mengatakan penetapan alokasi itu merupakan langkah penting untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor solar, memperkuat ketahanan dan kemandirian energi.
Menurut hitung-hitungan Kementerian ESDM, program biodiesel untuk 2026 diperkirakan meningkatkan nilai tambah minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) menjadi Rp21,8 triliun.
Selanjutnya, penghematan devisa dari impor solar sebesar Rp139 triliun, menyerap tenaga kerja hingga lebih dari 1,9 juta orang, dan menurunkan emisi gas rumah kaca sekitar 41,5 juta ton CO2e.
“Untuk memastikan efektivitas dan akuntabilitas di lapangan, pemerintah berkomitmen terus memperkuat tata kelola, pengawasan, dan transparansi,” kata dia.
“Langkah ini mencakup monitoring standar mutu biodiesel secara ketat, pengawasan distribusi di titik serah, hingga pelibatan surveyor independen,” tuturnya.
Eniya juga menegaskan membuka peluang untuk melakukan penyesuaian ketentuan mandatori jika terjadi perubahan target alokasi volume sesuai dengan kebutuhan dan kebijakan kedepan.
Sekadar catatan, subsidi biodiesel untuk program B40 pada tahun ini diproyeksikan sekitar Rp35,5 triliun, naik dari realisasi sepanjang 2023 senilai Rp26,23 triliun untuk menyokong program B35.
Alokasi subsidi biodiesel pada 2025 hanya dibatasi untuk biodiesel segmen PSO sebanyak 7,55 juta kiloliter dari total target produksi B40 tahun ini sebanyak 15,6 juta kl.
Namun, dalam perkembangannya, Kementerian ESDM mengajukan tambahan alokasi subsidi B40 mencapai Rp16 triliun pada paruh kedua 2025.
Eniya, dalam kesempatan terpisah medio Agustus, mengatakan tambahan alokasi itu sebenarnya telah sesuai dengan perencanaan awal kementerian ihwal kebutuhan pembiayaan B40 sebesar Rp51 triliun sepanjang 2025.
Hanya saja, kata Eniya, rencana anggaran awal itu lalu dipatok Rp35,5 triliun untuk pembiayaan sebagian program biodiesel pada 2024.
(azr/naw)
































