Jika kondisi tersebut dibiarkan tanpa perawatan, peradangan dapat meluas ke jaringan pendukung gigi hingga mencapai tulang. Prof. Amaliyah mencontohkan hal ini seperti pohon yang kehilangan tanah penopang. “Kalau tulangnya sudah kena, gigi bisa goyang bahkan tanggal,” ujarnya.
Selain kebersihan mulut yang kurang baik, kebiasaan merokok juga menjadi faktor risiko utama penyakit gusi. Merokok menyebabkan penyempitan pembuluh darah di gusi sehingga aliran nutrisi ke jaringan berkurang dan proses penyembuhan terganggu. “Itu sebabnya pada perokok, penyakit gusi sering tidak terdeteksi sejak dini,” katanya.
Terkait penanganan, Prof. Amaliyah menekankan pentingnya menjaga kebersihan mulut sejak awal. “Sikat gigi harus dilakukan dengan cara yang benar, mulai dari waktu, durasi, hingga teknik menyikatnya. Banyak orang ternyata belum tahu cara sikat gigi yang tepat,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan perbedaan antara plak dan karang gigi. Plak yang mengandung bakteri masih bisa dibersihkan dengan sikat gigi berbulu lembut. Namun, karang gigi tidak dapat dihilangkan sendiri dan harus dibersihkan oleh dokter gigi melalui tindakan scaling. “Sebaiknya pembersihan karang gigi dilakukan minimal setahun sekali untuk mencegah penyakit gusi semakin parah,” pungkasnya.
(dec/spt)
































