Di AS, kurva imbal hasil obligasi pemerintah (US Treasury) menanjak pada Jumat, seiring perdebatan di pasar dan di kalangan pejabat Bank Sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) mengenai seberapa jauh kebijakan moneter perlu dilonggarkan tahun depan.
Gubernur Federal Reserve Cleveland, Beth Hammack, mengatakan dirinya lebih memilih suku bunga tetap sedikit lebih ketat untuk terus menekan inflasi. Sementara itu, Gubernur Federal Reserve Chicago, Austan Goolsbee, menyebutkan ia memproyeksikan lebih banyak penurunan suku bunga pada 2026 dibandingkan sejumlah koleganya.
Nilai tukar dolar AS bergerak dalam kisaran sempit terhadap mata uang utama lainnya setelah Presiden Donald Trump menyatakan bahwa gubernur Federal Reserve yang baru menginginkan suku bunga lebih rendah. Mata uang cadangan global tersebut mencatatkan tren penurunan mingguan terpanjang sejak Agustus pekan lalu, seiring menguatnya ekspektasi pasar terhadap dua kali pemangkasan suku bunga The Fed pada 2026—satu kali lebih banyak dari proyeksi bank sentral—berdasarkan data Bloomberg.
Di Asia pada Senin, perhatian pasar tertuju pada serangkaian data ekonomi China, termasuk penjualan ritel dan produksi industri. Laporan tersebut diperkirakan menunjukkan perlambatan ekonomi yang lebih lanjut pada November, ditandai dengan pertumbuhan konsumsi yang melambat dan penurunan investasi yang semakin dalam, menurut Bloomberg Economics.
Di tempat lain, obligasi Australia melemah tipis pada awal perdagangan setelah Menteri Keuangan Jim Chalmers pada akhir pekan mengumumkan bahwa anggaran negara akan mencatat penghematan sebesar 20 miliar dolar Australia dalam pembaruan fiskal tengah tahun yang akan dirilis Rabu. Penghematan tersebut, katanya, akan digunakan untuk menutup peningkatan belanja akibat bencana alam, pensiun usia lanjut, dan biaya layanan kesehatan.
Pekan ini juga menjadi penutup rangkaian pertemuan kebijakan bank sentral utama dunia, termasuk Bank Indonesia, Bank of England, dan Bank of Japan. Selain itu, sejumlah data ekonomi global penting akan dirilis untuk menilai arah kebijakan moneter pada 2026, mulai dari data pertumbuhan Selandia Baru, aktivitas ekonomi Eropa, hingga inflasi di Kanada dan Inggris.
“Reli Santa Claus belum bisa terwujud di tengah kekhawatiran baru soal valuasi AI,” ujar Kyle Rodda, analis senior di Capital.com. “Meski risikonya tidak sebesar pekan lalu, agenda peristiwa yang ada cukup untuk membuat investor tetap waspada—yang bisa memicu reli akhir tahun, atau justru memperdalam aksi jual.”
(bbn)































