Logo Bloomberg Technoz

“Event lari itu kegiatan berisiko tinggi berskala massa harus dikelola seperti operasi kedaruratan terencana, harusnya ada dokter kesehatan olahraga, dokter emergency di lapangan, dan tim medis di segala rute tidak hanya di garis start dan finish. Mereka juga harus ada alat kejut jantung, ada sistem komunikasi cepat antar pos medis, dan prosedur pull out yang wajib dilakukan pada peserta dengan kram, pusing, sesak, hingga kolaps sehingga tidak memaksakan diri,” tambahnya.

Selain itu, penyelenggara juga harus memiliki manahemen cuaca, penyediaan air minum, garam elektrolit dan zona pendinginan.

“Dari sisi manajemen risiko, kegagalan mengambil peserta sudh kolaps dan mengizinkan lomba, itu kegagalan mitigasi risiko tingkat berat,” kata pria yang juga dosen manajemen risiko tersebut.

Persiapan peserta harus matang

Selain itu, Dicky juga mengingatkan para peserta untuk tidak memaksakan diri dalam mengikuti event lari. Para peserta harus jujur terkait kesehatannya, agar hal seperti ini tidak terulang kembali.

“Peserta harus jujur pada kondisi tubuh sendiri. Artinya kalau ada riwayat hipertensi, diabetes, harus disampaikan, jangan memaksakan diri. Kemudian jangan ikut lomba karena bermodal latihan singkat, tubuh butuh adaptasi berbulan-bulan. Lalu kenali tanda bahaya nyeri dada, sesak napas tidak wajar, keram hebat kalau ada seperti ini hentikan lomba segera jangan memaksakan diri,” tutupnya.

Sebelumnya diberikatakan pihak kepolisian setempat, bahwa dua pelari berinisial PB (55) dan SJ (45) meninggal saat mengikuti lomba trail run. Dua pelari meninggal dunia di Bukit Mitis KM 12 dan Bukit Cemoro Wayang KM 8, Gunung Lawu, Jawa Tengah.

(spt)

No more pages