Laporan ini juga menyoroti kesenjangan yang mengkhawatirkan antara negara-negara di kawasan Global South, yang menyumbang lebih dari 40% PDB global, setengah dari arus investasi asing langsung, dan sekitar 45% perdagangan barang—tetapi tetap "dipinggirkan" dalam pasar saham dan obligasi global yang dibutuhkan untuk mendanai pembangunan jangka panjang.
Meski sekitar 72% perdagangan global masih diatur oleh aturan negara-negara paling disukai Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), keuangan global yang menjadi tumpuan 90% perdagangan internasional jauh lebih terkonsentrasi dan terikat pada "praktik dan konvensi pasar yang sudah lama berlaku," arbitrase regulasi, dan fungsi yang didelegasikan pada otoritas swasta.
"Dalam jangka pendek, saling ketergantungan ini dapat membantu menghindari keretakan dan memberikan sinyal efektif untuk penyesuaian kebijakan, seperti yang terjadi, misalnya, pada April 2025," bunyi laporan tersebut, merujuk pada aksi jual pasar setelah Trump mengumumkan tarif resiprokal tingginya pada 2 April, dan reli pasar setelah ia mengurangi tarif tersebut, khususnya bagi China.
Laporan itu melanjutkan bahwa "dalam jangka panjang, disparitas antara matriks perdagangan global berbasis aturan dan sistem keuangan global terpusat mencerminkan ketidakseimbangan yang lebih buruk dalam ekonomi global."
UNCTAD menjelasnkan bahwa inti sistem ini adalah dominasi mata uang AS, dan meski dolar AS telah melemah sebagai bagian dari cadangan devisa internasional, penantang yang sepadan belum muncul.
"Meski mengalami penurunan yang signifikan, dolar AS tetap mendominasi porsi cadangan aset bank sentral jauh lebih besar daripada mata uang lainnya," kata laporan badan PBB itu. "Meski pergeseran dari dolar AS dalam cadangan devisa resmi terlihat jelas, tidak ada indikasi mata uang lain sebagai pengganti potensial."
(bbn)

































