"Ada versi yang salah keluar, tapi dari revisi [UU PPSK] yang terakhir yang keluar adalah yang tidak terlalu beda dengan yang baru," tegasnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengakui wakil rakyat bersama pemerintah berniat mengubah peran Bank Indonesia kembali seperti ketika era Orde Baru. Hal ini akan segera diwujudkan melalui revisi UU PPSK.
"BI akan menjadi bank sentral yang di zaman Orde Baru dulu. Peran pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja itu nyata," kata Misbakhun.
Dia menjelaskan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berambisi merealisasikan pertumbuhan ekonomi mencapai 8%. Untuk mencapai target tersebut, maka dibutuhkan mesin sumber pertumbuhan ekonomi yang tidak semata hanya dari fiskal, melainkan juga dorongan dari kebijakan di sektor moneter.
"Maka kami memberi penguatan penuh, bagaimana peran bank sentral mendorong pertumbuhan ekonomi. Kami beri penguatan karena bank sentral pilihannya dua, pro-growth dan pro-stability," papar dia.
Menurut dia, revisi UU PPSK dilakukan untuk menyempurnakan regulasi di sektor keuangan, termasuk bank sentral. Kendati demikian, dia mengklaim tak akan mengganggu independensi bank sentral.
"Tidak ada satu pun independensi dari BI yang kami pengaruhi," tegas dia.
Sebelumnya, Chief Economist Perbanas Dzulfian Syafrian mengatakan, independensi Bank Sentral sendiri justru merupakan harga mati, yang diharapkan menjadi instrumen lembaga netral dalam mencegah krisis moneter nasional.
"Independensi BI itu kan harga mati ya. Karena di ekonomi itu kan ada gas ada rem," ujar Dzulfian saat dihubungi Bloomberg Technoz, Kamis (25/9/2025).
Dia lantas memberi contoh soal terjadinya krisis moneter di Indonesia pada 1998 silam. Kala itu, pemerintah bersama BI dinilainya mengambil kebijakan yang kurang tepat, yang semakin membuat krisis menjadi-jadi.
Langkah BI tersebut juga, kata Dzulfian, disebabkan karena kala itu masih berada di bawah naungan pemerintah. Mau tidak mau, kebijakan otoritas moneter harus beriringan dengan kebijakan pemerintah saat itu.
"Akhirnya BI juga ikut 'ngegas'. Kacaunya waktu itu remnya blong. Makanya kita krisis 98. Berangkat dari pengalaman buruk itu, makanya [hadir] UU baru yang menjamin independensi BI. BI harga mati. Jadi fungsi netralitasnya itu dilakukan BI," tutur dia.
"Jadi kapan kita harus nginjak rem, kapan kita harus nginjak gas, itu bisa dilakukan oleh BI saja. Jadi ada fungsi kontrolnya. Kalau misal itu dihilangkan, atau dikurangi, maka resiko kita masuk jurang seperti 98 itu bisa kejadian [lagi]."
(lav)
































