Menurut pemaparan OJK, struktur free float Indonesia masih berada di sekitar 23%, lebih rendah dibandingkan beberapa negara kawasan.
Kondisi ini membuat transaksi pasar lebih terkonsentrasi pada sejumlah kecil emiten berkapitalisasi besar, sementara banyak emiten lain mengalami likuiditas tipis, spread lebar, dan minimnya partisipasi investor.
Untuk mengatasi kondisi tersebut, OJK menyiapkan dua kerangka kebijakan yaitu initial free float dan continuous free float. Kedua pendekatan itu akan diikuti dengan penguatan investor domestik, harmonisasi aturan dengan standar global, serta penyederhanaan proses aksi korporasi.
“OJK juga mengatur kombinasi insentif dan kepatuhan agar implementasinya berjalan adil dan efektif,” ucap Mahendra.
Mahendra turut meminta dukungan DPR dalam penyediaan insentif untuk memperbaiki likuiditas pasar, termasuk terkait fasilitas pajak. Ia juga menyoroti kebutuhan peningkatan peran investor institusional seperti sektor asuransi dan dana pensiun.
“Dalam hal itu, Pimpinan, Bapak Ibu Anggota Komisi XI, mohon juga dapat dipertimbangkan untuk nanti membahas atau mendiskusikan mengenai insentif yang mungkin diperlukan bagi meningkatkan hal ini, termasuk di dalamnya insentif pajak,” imbuhnya.
Mahendra menambahkan bahwa sejumlah hambatan regulasi masih dirasakan, terutama menyangkut porsi kepemilikan negara melalui BUMN.
(dhf)

































