Inflasi didorong oleh efek basis dari rendahnya angka tahun lalu serta tingginya harga produk makanan olahan, kata Menteri Keuangan Koo Yun-cheol dalam pembukaan rapat menteri soal inflasi pada Selasa. Ia menambahkan bahwa curah hujan yang tinggi dan cuaca buruk, ditambah pelemahan mata uang, turut mendorong kenaikan harga produk pertanian, peternakan, dan perikanan.
“Ke depan, pelemahan mata uang berpotensi menjaga harga tetap tinggi dengan menaikkan biaya impor — sebuah saluran yang kami lihat semakin signifikan. Dengan risiko inflasi meningkat seiring lonjakan permintaan chip yang memicu pertumbuhan, kami tidak melihat adanya ruang bagi BOK untuk menurunkan suku bunga tahun depan,” kata Hyosung Kwon, ekonom Bloomberg Economics.
Harga makanan dan minuman non-alkohol naik 4,7% pada November dibandingkan tahun lalu, sementara biaya perumahan dan utilitas meningkat 1,2%. Harga makanan dan jasa penginapan naik 2,9%, dan biaya transportasi meningkat 3,2%.
Rilis inflasi terbaru ini muncul hanya beberapa hari setelah BOK mempertahankan suku bunga acuannya di level 2,5%, serta sedikit menaikkan proyeksi pertumbuhan dan inflasi sambil memberi sinyal sikap kebijakan yang lebih seimbang. Gubernur Rhee Chang-yong mengatakan dewan kini terbelah rata mengenai kemungkinan perlunya pemotongan suku bunga lebih lanjut.
BOK menaikkan proyeksi inflasi tahun 2025 menjadi 2,1% dari sebelumnya 2%. Proyeksi inflasi untuk tahun depan juga dinaikkan menjadi 2%.
Bank sentral menambahkan bahwa inflasi diperkirakan perlahan turun menuju level 2% seiring stabilnya harga minyak global, meskipun nilai tukar dan pemulihan permintaan domestik kemungkinan membuat inflasi tetap sedikit di atas jalur yang diproyeksikan sebelumnya.
“Untuk tahun ini, kenaikan nilai tukar dan memburuknya kondisi cuaca menjadi faktor yang mendorong penyesuaian ke atas,” ujar Gubernur Rhee kepada wartawan setelah rapat kebijakan pekan lalu. “Nilai tukar dan pemulihan permintaan domestik diperkirakan akan meningkatkan tekanan inflasi lebih dari yang diperkirakan sebelumnya.”
Meski begitu, Rhee menambahkan bahwa prospek ke depan masih sangat tidak pasti, dengan risiko terkait mata uang, harga minyak, dan kekuatan pemulihan ekonomi.
(bbn)































