Di sisi lain, Budi juga mempertanyakan kemampuan industri dalam negeri untuk menyerap kelapa dengan harga setara pembeli luar negeri.
Jika importir saja dapat membeli dengan harga lebih tinggi, dia menilai perlu dikaji alasan industri domestik tidak bisa melakukan hal yang sama.
Budi juga membantah isu kelangkaan kelapa di pasar. Dia memastikan ketersediaan komoditas tersebut masih mencukupi di sejumlah wilayah.
Sebelumnya, pemerintah melaporkan tengah menyusun regulasi mengenai pungutan ekspor komoditas kelapa. Pungutan Ekspor akan diatur di tengah kondisi kelangkaan di dalam negeri.
“Jadi kita pakai mekanisme PE dulu,” kata Budi Senin (19/5/2025).
Meski demikian, Budi belum bisa memerinci berapa jumlah pungutan ekspor tersebut. Yang jelas, kementerian perdagangan baru akan menggodok mekanisme tersebut pada Mei lalu.
Kala itu, Budi mengatakan kelangkaan pasokan kelapa bulat di dalam negeri bukan diakibatkan oleh penurunan pasokan kelapa bulat, namun lantaran tingginya permintaan ekspor.
“Karena harganya lebih bagus. Jadi kan petani lebih baik ekspor kan karena harganya bagus. Nah kita kan harus menyeimbangkan antara kebutuhan dalam negeri dan ekspor,” kata Budi.
Dia mengatakan hal tersebut dilakukan supaya pasokan kelapa yang ada di dalam negeri tetap terjaga. PE disebut juga akan mengatur mengenai kualitas kelapa yang di ekspor ke luar negeri mengingat banyaknya keluhan terkait dengan buruknya kualitas kelapa di dalam negeri.
(ain)






























