Mahalnya Biaya Bencana Banjir Sumatera
Tim Riset Bloomberg Technoz
28 November 2025 16:43

Bloomberg Technoz, Jakarta - Cuaca ekstrem menyebabkan banjir bandang melanda beberapa daerah di Sumatera. Sejumlah bencana yang terjadi belakangan ini menegaskan satu hal, negara-negara di dunia, khususnya negara berkembang masih terjebak pada masalah dilematis: menyeimbangkan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dengan target iklim yang disepakati.
Dalam forum internasional, Indonesia menyepakati akan mencapai target emisi nol bersih (net zero emission) pada 2060, dan target emisi gas rumah kaca sebesar 1,5 gigaton pada tahun 2035. Tentu target ini cukup ambisius di tengah rencana pertumbuhan ekonomi yang dipasang sebesar 8%.
Strategi menyeimbangkan target pertumbuhan ekonomi dan target iklim memang kerap dilematis. Di satu sisi, negara berkembang harus menggenjot pertumbuhan ekonomi untuk mengurangi kemiskinan, membangun infrastruktur, dan membiayai pembangunan. Di sisi lain, Indonesia juga menghadapi tekanan trade-off struktural untuk mengurangi emisi demi target iklim.
Beberapa kali Indonesia jadi perhatian di panggung global mengenai deforestasi. Selain pemilik hutan hujan tropis terbesar di dunia setelah Brazil, Indonesia juga merupakan produsen minyak sawit terbesar. Kondisi ini membuat Indonesia menjadi sasaran kritik organisasi lingkungan dan negara-negara di Uni Eropa, terkait pembukaan lahan hutan untuk perkebunan kelapa sawit.
Memang, saat ini ekonomi Indonesia masih sangat bergantung pada sektor-sektor intensif karbon seperti batu bara dan perkebunan. Tapi, transisi energi yang terlalu cepat tanpa dibarengi dukungan finansial juga membahayakan stabilitas, karena bisa menyebabkan naiknya biaya listrik, dan mengganggu roda industri.
































