Logo Bloomberg Technoz

Aceh & Balada Swasembada: Impor Jadi Ilegal, Beras Sendiri Mahal

Mis Fransiska Dewi
27 November 2025 12:40

Calon pembeli memilih beras di Pasar Induk Beras, Cipinang, Jakarta, Rabu (14/8/2025). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)
Calon pembeli memilih beras di Pasar Induk Beras, Cipinang, Jakarta, Rabu (14/8/2025). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Upaya pemerintah untuk swasembada beras dinilai tidak perlu dipaksakan mengingat kondisi geografis Indonesia yang berbeda di setiap daerah. Sejumlah daerah pinggiran seperti Sabang dan beberapa wilayah di Papua hingga kini membeli harga beras lebih tinggi di atas harga eceran tertinggi (HET) karena biaya distribusi kian mahal. 

Selama pemerintah belum mengoptimalkan program cetak sawah daerah, solusi yang ditawarkan bagi wilayah yang memiliki persoalan beras, akan muncul  Sabang lainnya di kemudian hari. 

“Ya inilah Indonesia ya, karena kondisinya beragam mestinya tidak dipaksakan satu jenis pangan yang itu [beras] akan berlaku di semua wilayah. Karena kalau kita melihat karakteristik produksi padi, itu hanya surplus di 12 atau 13 provinsi dari 38 provinsi,” kata Khudori, Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori saat dihubungi, Kamis (27/11/2025). 


Dia menuturkan, Sabang bukan merupakan wilayah produsen beras. Jika Aceh memiliki stok beras yang tinggi, harga beras di daerah tertentu seperti Sabang dapat melampaui di atas HET karena biaya angkut yang mahal. 

Berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga beras di Aceh mencapai Rp16.050/kilogram (kg). Sementara harga beras impor dari Thailand disebut hanya Rp5.700/kg-Rp6.000/kg.