Secara konsep, demutualisasi adalah proses ketika bursa efek yang awalnya dimiliki oleh anggotanya, yakni perusahaan efek pemegang hak perdagangan, berubah menjadi entitas korporasi berbasis saham. Sejumlah kajian internasional, seperti studi IMF dan dokumen diskusi IOSCO, menjelaskan bahwa transformasi ini memisahkan kepemilikan, pengelolaan, dan keanggotaan, sehingga bursa memiliki fleksibilitas lebih besar dalam menggalang modal eksternal untuk pengembangan teknologi serta inovasi produk.
Sejumlah manfaat diidentifikasi dalam berbagai penelitian. Struktur korporasi memungkinkan bursa memperoleh sumber pendanaan baru, memperkuat efisiensi operasional, meningkatkan profesionalisme, dan memperluas layanan. Pemisahan kepemilikan dan keanggotaan juga dinilai dapat menekan potensi benturan kepentingan yang sebelumnya muncul ketika anggota bursa merangkap sebagai pemilik.
Namun, studi internasional juga mencatat sejumlah risiko. IOSCO menekankan bahwa bursa yang telah menjadi perusahaan komersial tetap memegang fungsi pengawasan sebagai self-regulatory organization (SRO), sehingga diperlukan mekanisme tata kelola yang kuat untuk mencegah konflik kepentingan baru. Tantangan lain muncul ketika bursa melakukan self-listing, karena status perusahaan publik dapat memicu dilema pengawasan terhadap dirinya sendiri.
Beberapa penelitian hukum merekomendasikan model pemisahan struktur, misalnya melalui holding, pembatasan pemegang saham tertentu, atau penguatan fungsi pengawasan eksternal agar orientasi komersial tidak mengintervensi integritas pasar.
Pemerintah menyatakan bahwa penyusunan RPP dilakukan secara cermat mengingat demutualisasi memiliki konsekuensi hukum dan operasional yang luas bagi BEI serta pelaku pasar. Transformasi ini diharapkan mendukung pendalaman pasar modal sekaligus meningkatkan daya saing BEI di kawasan.
(dhf)






























