Logo Bloomberg Technoz

Kedua adalah perkembangan nilai tukar ringgit. Akhir pekan lalu, mata uang Negeri Harimau Malaya menguat 0,19% terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

CPO adalah aset yang dibanderol dalam ringgit. Apresiasi ringgit membuat kontrak CPO menjadi lebih mahal bagi investor yang memegang mata uang lainnya.

Ketiga adalah dinamika harga minyak nabati pesaing. Akhir pekan lalu, harga minyak kedelai di bursa Dalian (China) jatuh 1,3%. Sementara di Chicago Board of Trade (AS), harga amblas 1,47%.

Saat harga minyak kedelai lebih murah, maka keuntungan untuk beralih ke CPO menjadi berkurang. Sebab, kedua komoditas ini bisa saling menggantikan dan bersaing di pasar minyak nabati global.

Sumber: Bloomberg

Analisis Teknikal

Lalu bagaimana perkiraan harga CPO untuk minggu ini? Apakah bisa turun lebih jauh atau justru bisa bangkit?

Secara teknikal dengan perspektif mingguan (weekly time frame), CPO masih tersangkut di zona bearish. Terbukti dengan Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 43. RSI di bawah 50 menunjukkan suatu aset sedang dalam posisi bearish.

Adapun indikator Stochastic RSI ada di 10. Di bawah 20, yang berarti sudah jenuh jual (oversold).

Untuk perdagangan minggu ini, harga CPO sebenarnya berpeluang naik. Cermati pivot point di MYR 4.120/ton.

Dari situ, harga CPO berpotensi menguji resisten MYR 4.203/ton yang merupakan Moving Average (MA) 5. Resisten berikutnya ada di MA-10 MYR 4.333/ton.

Target paling optimistis atau resisten terjauh adalah MYR 4.344/ton.

Namun apabila harga CPO turun lagi, maka target support terdekat adalah MYR 4.045/ton. Penembusan di titik ini berisiko memangkas harga ke rentang MYR 4.016-4.011/ton.

(aji)

No more pages