Takaichi dijadwalkan mengumumkan paket ekonomi pertamanya pada Jumat sore. Saat menjabat bulan lalu, ia berjanji untuk menanggapi keresahan publik atas kenaikan biaya hidup yang terus berlangsung. Paket ini diperkirakan menjadi belanja pemerintah terbesar sejak masa pandemi, memperkuat reputasinya sebagai pendukung kebijakan fiskal ekspansif sekaligus menjadi perhatian para pelaku pasar obligasi.
Data terbaru tersebut memperkuat spekulasi pasar bahwa BOJ akan menaikkan suku bunga pada Desember atau Januari. Pelemahan yen yang berlanjut — yang berpotensi memicu tekanan inflasi lebih tinggi — semakin menguatkan dugaan tersebut. Yen melemah hingga menembus level 157 per dolar pekan ini, titik terendah dalam 10 bulan.
“Inflasi Jepang yang lebih panas pada Oktober menunjukkan kemungkinan kenaikan suku bunga BOJ lebih cepat — kecuali jika faktor politik menghambat. Perusahaan-perusahaan menaikkan harga barang rumah tangga dan layanan hiburan pada paruh kedua tahun fiskal,” kata Taro Kimura, ekonom dari Bloomberg Economics.
Oktober menandai dimulainya paruh kedua tahun fiskal Jepang, periode yang sering menjadi barometer perilaku bisnis karena perusahaan biasanya melakukan penyesuaian harga pada awal atau pertengahan tahun.
Kenaikan tarif akomodasi sebesar 8,5% secara tahunan dan premi asuransi mobil sebesar 6,9% turut mendorong inflasi. Namun, kenaikan harga makanan olahan dan energi melambat, sehingga menahan laju inflasi keseluruhan. Subsidi listrik dan gas memangkas inflasi sebesar 0,26 poin persentase.
Harga beras — salah satu pendorong utama inflasi tahun ini — naik 40,2%, melambat setelah sebelumnya melonjak ke rekor 101,7% pada Mei. Harga layanan, komponen yang diawasi ketat BOJ untuk menilai keberlanjutan inflasi, naik menjadi 1,6% dari 1,4%.
BOJ memperkirakan inflasi akan turun di bawah 2% pada awal tahun depan, sebagian karena basis perbandingan harga makanan yang melonjak tahun ini. Perusahaan makanan besar Jepang berencana menaikkan harga pada 143 produk bulan ini — turun 58% dibanding jumlah kenaikan harga tahun lalu, menurut Teikoku Databank.
Data perdagangan menunjukkan ketahanan sektor manufaktur Jepang meski tarif masih membayangi. Ekspor mobil dan mesin pembuat chip ke AS masing-masing turun 7,5% dan 49,6%, karena tarif 15% tetap diberlakukan. Kesepakatan dagang pada Juli memberi sedikit kelonggaran bagi eksportir Jepang, tetapi beban tarif masih lebih tinggi dibanding setahun lalu.
Secara keseluruhan, kenaikan ekspor terutama didorong oleh semikonduktor dan komponen elektronik lainnya, yang naik 15,8%.
Rangkaian data pada Jumat dirilis saat Takaichi merampungkan paket stimulus ekonominya. Data awal pekan ini menunjukkan ekonomi Jepang menyusut pada musim panas untuk pertama kalinya dalam enam kuartal, dengan ekspor menjadi salah satu faktor penekan. Paket kebijakan Takaichi diperkirakan mencakup dukungan bagi perusahaan yang terdampak tarif AS.
(bbn)































