Di lain sisi, kemampuan produksi emas Antam sendiri terbatas; hanya sekitar 1 ton per tahun dari tambang Pongkor.
Tri menambahkan kajian wacana DMO emas bakal dilakukan secara hati-hati.
Kebijakan tersebut bisa bersifat sementara, terutama selama produksi PT Freeport Indonesia belum pulih pascainsiden longsor di tambang Grasberg Block Cave (GBC).
Tri menyebut Antam sejatinya telah memiliki perjanjian pembelian 30 ton emas per tahun dari Freeport yang cukup untuk kebutuhan normal.
Namun, dengan terganggunya produksi Freeport, pasokan tersebut belum terpenuhi. Untuk itu, DMO dianggap sebagai langkah darurat menjaga ketersediaan emas di pasar domestik.
Manajemen Antam sendiri menegaskan perseroan menanti rencana penerapan kewajiban pasok dalam negeri untuk komoditas emas, sembari menyerahkan sepenuhnya besaran dan harga emas khusus DMO ke pemerintah.
Corporate Secretary Division Head ANTM Wisnu Danandi Haryanto menjelaskan perusahaan berharap besaran kewajiban DMO yang ditetapkan telah mempertimbangkan kebutuhan pasar domestik, kapasitas produksi nasional, serta dinamika industri emas secara menyeluruh.
“Antam siap menaati kebijakan tersebut sesuai arahan pemerintah,” kata Wisnu ketika dihubungi Bloomberg Technoz, Rabu (19/11/2025).
Bea Keluar Emas
Di sisi lain, Kementerian Keuangan memastikan segera menyelesaikan penyusunan kebijakan bea keluar ekspor komoditas emas. Nantinya, kebijakan akan berbentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang ditarget rampung pada November 2025.
Direktur Jenderal Strategi Eknomi dan Fiskal (DJSEF) Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, nantinya, aturan tersebut akan mematok tarif bea keluar ekspor emas sesuai dengan besaran harga emas global.
Rencana ini menjadi bagian dari strategi pemerintah untuk mendongkrak penerimaan negara pada 2026.
"PMK untuk penetapan bea keluar ini sudah dalam proses hampir titik akhir," ujar Febrio dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XI DPR di Jakarta, Senin (17/11/2026).
Dalam paparannya, Febrio mengungkapkan rencana pengenaan tarif bea keluar tersebut dilakukan berdasarkan hasil pembahasan bersama Kementerian/Lembaga (K/L), dengan acuan tarif berasal dari harga mineral acuan (HMA) emas. Ketika harga emas berada di atas US$3.200/troy ounces, maka akan dikenakan tarif sebesar 15%.
Sementara itu, untuk emas yang seharga di bawah US$3.200 — US$2.800/troy ounces akan dikenakan tarif sebesar 12,5%. Pengenaan dilakukan kepada komoditas dore (batangan emas murni) dalam bentuk bongkah, ingot, batang tuangan, dan bentuk lainnya.
Kemudian, ada juga emas atau paduan emas dalam bentuk Tidak ditempa berbentuk granules dan bentuk lainnya, tidak termasuk dore.
Febrio mengatakan, rencana tersebut diharapkan dapat menjadi sumber tambahan penerimaan negara pada 2026 mendatang. Dalam UU APBN 2026, pemerintah mematok target penerimaan negara sebesar Rp3.153,6 triliun.
(azr/naw)


































