Rifqi menambahkan bahwa BPN perlu diperkuat, termasuk dalam hal kewenangan penegakan hukum. Sementara itu, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid berharap proses transisi menuju digitalisasi pertanahan dapat berlangsung dengan baik dan tanpa hambatan.
“Kita duduk bersama-sama dengan Bapak-Bapak sekalian, terutama dengan teman-teman di OJK, termasuk juga di industri keuangan perbankan nanti yang menjadikan instrumen tanah dan dokumen pertanahan sebagai instrumen hak tanggungannya. Kita garap bersama supaya masalah ini menjadi clean and clear, sehingga tidak menjadi masalah di kemudian hari,” ujar Nusron.
Nusron dalam sambutannya juga menekankan pentingnya peran perbankan untuk lebih proaktif memverifikasi dokumen yang digunakan sebagai agunan kredit.
Forum ini digelar untuk menyelaraskan pemahaman dan memperkuat komitmen lintas sektor dalam penerapan Sertipikat Tanah Elektronik (Sertipikat-el) dan Hak Tanggungan Elektronik (HT-el) di industri perbankan.
Selain menjadi sarana koordinasi kebijakan, forum ini dimanfaatkan untuk mensosialisasikan regulasi dan prosedur operasional dokumen pertanahan digital, memperjelas akses data dari ATR/BPN untuk kebutuhan verifikasi dan pencegahan agunan ganda, serta menyelaraskan peran notaris/PPAT dalam memastikan keautentikan dokumen jaminan kredit.
Pada kesempatan ini, pelaku industri perbankan juga menyampaikan berbagai masukan terkait tantangan implementasi digitalisasi dokumen pertanahan.
Transformasi dokumen pertanahan melalui Sertipikat-el dan HT-el merupakan bagian dari agenda nasional menuju layanan pertanahan modern yang lebih efisien dan transparan. Bagi sektor keuangan, langkah ini penting karena dokumen pertanahan merupakan jenis agunan utama dalam pembiayaan bank.
Kajian OJK menunjukkan bahwa Sertipikat-el dan HT-el dapat mempercepat proses kredit dan meningkatkan akuntabilitas, namun masih ada kendala seperti perbedaan pemahaman antarbank terkait aspek legal dokumen elektronik, standar verifikasi yang belum seragam, serta integrasi sistem pencegahan agunan ganda yang belum optimal. Dukungan operasional seperti SLA dan helpdesk juga dinilai perlu diperkuat.
Sementara itu, kinerja intermediasi perbankan tetap positif. Hingga September 2025, kredit tumbuh 7,70% yoy menjadi Rp8.162,8 triliun, sementara KPR mencatat pertumbuhan 7,22% yoy per Agustus 2025, ditopang oleh likuiditas perbankan yang kuat dan kebijakan moneter yang akomodatif.
Untuk mendorong percepatan kredit yang sehat, OJK telah meluncurkan sejumlah kebijakan, termasuk membuka ruang pembiayaan untuk pengadaan lahan dan proyek perumahan sejak tahap awal serta menurunkan bobot ATMR KPR menjadi 20%, yang merupakan level terendah. Kebijakan ini meringankan kebutuhan modal bank dan memperkuat kapasitas penyaluran kredit perumahan dan UMKM.
Ketua Komisi II DPR RI, Menteri ATR/BPN, dan OJK sepakat bahwa koordinasi dan kerja sama perlu terus diperkuat guna meningkatkan efektivitas dan keamanan sistem digitalisasi pertanahan yang berkaitan dengan dokumen agunan kredit perbankan.
(tim)

































