Logo Bloomberg Technoz

Israel dan Hamas mencapai gencatan senjata lima pekan lalu setelah dua tahun perang. Presiden AS Donald Trump menjadi sponsor utama gencatan senjata yang dimulai dengan pembebasan sandera Israel oleh Hamas dan pembebasan tahanan Palestina oleh Israel. Sementara jenazah tiga sandera masih menunggu untuk dipulangkan, fokus kini beralih ke fase berikutnya yang jauh lebih rumit: menyingkirkan Hamas dari kekuasaan di Gaza dan membangun kembali wilayah pesisir yang hancur itu.

Dalam tulisannya di Washington Post pada Jumat, Duta Besar AS untuk PBB Michael Waltz mengatakan langkah selanjutnya adalah pembentukan pasukan stabilisasi multinasional “dengan mandat untuk mendemiliterisasi Gaza, membongkar infrastruktur teror, menonaktifkan senjata yang digunakan kelompok teroris, dan menjaga keselamatan rakyat Palestina selama masa tugas dua tahun.”

Dewan Keamanan PBB pada Senin (17/11) dijadwalkan membahas resolusi AS yang memuat ketentuan tersebut. Rusia mengajukan resolusi tandingan. Netanyahu dan Presiden Rusia Vladimir Putin berbicara lewat telepon pada Sabtu, namun tak ada rincian yang diumumkan.

Meski gencatan senjata Trump dan resolusi PBB sama-sama menyebutkan pembentukan pasukan penjaga perdamaian multinasional, belum jelas negara mana saja yang akan bergabung atau peran apa yang akan mereka jalankan. Sejumlah negara tampaknya bersedia mengirim pasukan secara prinsip, namun tidak ingin bertanggung jawab untuk melucuti senjata milisi yang tidak kooperatif.

Sekelompok negara yang dipimpin AS telah membentuk markas di Israel selatan untuk menangani rekonstruksi, pelucutan senjata, dan peningkatan bantuan untuk Gaza. Mereka kini menunggu instruksi lebih lanjut. Sementara itu, Israel masih menduduki separuh wilayah Gaza. Di separuh lainnya, tempat sebagian besar penduduk tinggal dalam kondisi sangat memprihatinkan, Hamas terus menegaskan otoritasnya.

MBS dijadwalkan bertemu Trump di Gedung Putih pada Selasa, dengan masa depan Gaza dan hubungan dengan Israel diperkirakan menjadi agenda utama. Saudi berulang kali menegaskan normalisasi hubungan dengan Israel hanya mungkin terjadi jika ada kesepakatan mengenai negara Palestina.

Dalam pernyataannya pada Minggu, Netanyahu juga menyinggung soal Israel yang harus menggelar pemilu dalam satu tahun ke depan. Seruan untuk pemilu dini sempat mengemuka, namun Netanyahu memberi sinyal sebaliknya, dengan menyatakan ia memperkirakan pemilu digelar menjelang akhir tahun Yahudi, yakni sekitar September.

(bbn)

No more pages