Denny menambahkan, BI mengoptimalkan berbagai instrumen stabilisasi seperti intervensi di pasar spot, Non-Deliverable Forward (NDF), Term-NDF (TNDF), serta di pasar Surat Berharga Negara (SBN).
Dia menekankan dengan prospek ekonomi Indonesia tetap positif, pertumbuhan ekonomi yang solid, inflasi yang terkendali, cadangan devisa yang kuat, serta pasar SBN yang kondusif, maka ke depannya rupiah diyakini akan menguat dan stabil.
Sebagai catatan, rupiah ditutup melemah, mempertegas rentang Rp16.700-an per dolar AS pada penutupan perdagangan hari ini, menandai pelemahan hari ke–tiga berturut–turut.
Pada Kamis (13/11/2025), 1 dolar AS setara dengan Rp16.727 saat penutupan pasar spot. Rupiah terdepresiasi 0,14% dibanding hari sebelumnya.
Pelemahan rupiah berlangsung ketika indeks dolar AS mulai melandai, setelah sempat menyentuh 99,547 pada perdagangan pagi tadi.
Penguatan the greenback sejatinya susut ke 99,262 pasca Presiden Donald Trump menandatangani Undang–Undang untuk menyudahi penutupan pemerintah.
Tak hanya itu, pelemahan rupiah berlangsung ketika tekanan jual di pasar saham meningkat. IHSG yang dibuka naik pagi tadi, pada penutupan perdagangan hari ini justru tergerus 0,2% ke level 8.371.
Sementara di pasar surat utang negara, pergerakan harga obligasi cenderung stagnan.
Berdasarkan data sampai perdagangan petang ini, yield Surat Berharga Negara (SBN) sebagian besar turun tipis mengindikasikan masih ada minat beli di tengah manuver jual di pasar obligasi.
Yield SBN tenor pendek 1Y dan 2Y masing–masing turun 1,5 basis poin dan 3,1 bps. Sedang tenor 5Y dan 10Y sama–sama terpangkas sedikit 2,4 bps dan 2,1 bps.
(prc/naw)































