“Perbaikan solid dalam permintaan domestik terus mendorong ekspansi pesanan baru,” kata Yao Yu, pendiri RatingDog, dalam pernyataannya. “Namun, kontraksi berkelanjutan di sektor ketenagakerjaan dan tekanan terhadap margin keuntungan masih menjadi kendala utama.”
Dalam beberapa bulan ke depan, China kemungkinan akan semakin bergantung pada kekuatan konsumsi domestik, meskipun pekan lalu Presiden Xi Jinping dan Presiden AS Donald Trump telah mencapai kesepakatan untuk meredakan ketegangan perdagangan.
Dengan melemahnya ekspor dan perlambatan tajam investasi, konsumsi jasa kini menjadi fokus utama pemerintah karena sektor ini dinilai memiliki potensi besar untuk mendorong permintaan tambahan—terutama pada bidang pariwisata dan hiburan yang belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan masyarakat.
Pada September lalu, pemerintah mengumumkan serangkaian langkah untuk memanfaatkan anggaran negara guna membangun infrastruktur pendukung serta mendorong bank agar meningkatkan kredit bagi penyedia jasa dan konsumen.
Sementara itu, pada bulan lalu, para pembuat kebijakan juga berjanji akan meningkatkan pengeluaran untuk layanan publik serta memperluas lapangan kerja, sebagaimana tertuang dalam dokumen panduan rencana lima tahun berikutnya yang dimulai pada 2026.
Namun, program tersebut juga menekankan kembali pentingnya dominasi industri dan kemandirian teknologi, yang membuat para ekonom JPMorgan Chase & Co menilai bahwa pengembangan sektor jasa kemungkinan masih akan menjadi prioritas kedua setelah manufaktur.
“Kebijakan pro-pertumbuhan yang diterapkan sejak akhir tahun lalu mulai menunjukkan arah yang tepat, termasuk pemberian bantuan tunai untuk mendukung perawatan anak dan lansia. Namun, masih dibutuhkan langkah lanjutan. Pemulihan sentimen konsumen yang berkelanjutan memerlukan komitmen yang lebih besar dan berjangka panjang, sejalan dengan rencana pembangunan 2026–2030,” ujar Eric Zhu dari Bloomberg Economics.
Meski momentum ekonomi China melemah di kuartal terakhir tahun ini, kinerja kuat di awal tahun membuat target pertumbuhan sekitar 5% masih dianggap dapat tercapai. Namun, sejumlah analis memperkirakan produk domestik bruto (PDB) hanya akan tumbuh mendekati 4% dalam beberapa kuartal mendatang—menjadi salah satu tingkat pertumbuhan paling lambat sejak lockdown ketat pada 2022 mengganggu aktivitas produksi.
(bbn)


























