Logo Bloomberg Technoz

Di sisi lain, dia menambahkan, pemerintah turut menjajaki kemungkinan kerja sama dengan Brasil untuk pengembangan sisi hulu bioetanol di Indonesia.

Kendati demikian, kata dia, kementeriannya turut mendorong investor Brasil membangun pabrik bioetanol di Tanah Air.

“Brasil salah satu negara yang cukup sukses mengelola etanol, baik dari strategi penanamannya terhadap komoditas maupun dalam pabrik, kalau saya gak salah di sana ada kekuatan sampai 2 juta setahun,” tuturnya.

Sementara itu, dia belum dapat memastikan, investor yang tertarik untuk berinvestasi pada pabrik bioetanol di Merauke. Dia beralasan belum mendapat laporan terbaru soal perkembangan investasi di proyek pembukaan lahan tebu tersebut.

Tambahan 7 Pabrik 

Sebelumnya, Asosiasi Produsen Spiritus dan Etanol Indonesia (Apsendo) menilai perlu tambahan 7 pabrik bioetanol baru dengan kapasitas produksi masing-masing sekitar 120 kiloliter (kl) per hari untuk menopang program bauran bensin dengan 10% bioetanol atau E10.

Ketua Umum Apsendo Izmirta Rachman menuturkan terdapat 4-5 pabrik bioetanol yang aktif saat ini dari total 13 pabrik terpasang.

Dia menambahkan masing-masing pabrik memiliki kapasitas produksi sekitar 100 kl per hari. Sejumlah pabrik itu tersebar di Pulau Jawa dan Lampung.

“Minimal mungkin kalau pabriknya sekitar 120 kiloliter, itu butuh 10 pabrik. Sekarang baru ada 3 atau 4 pabrik, berarti kurang 7 atau 8 pabrik lagi,” kata Izmirta saat dihubungi, Selasa (28/10/2025).

Ilustrasi Bioetanol (Envato)

Dia menerangkan sejumlah pabrik baru itu dibutuhkan untuk mengolah setidaknya 4 juta ton tetes tebu untuk memasok kebutuhan bioetanol E10 sebesar 1,2 juta kl.

Menurut data Apsendo, kapasitas produksi pabrik pengolahan tetes tebu atau molase menjadi bioetanol saat ini sebesar 303.000 kl.

Hanya saja, utilitas pabrik sepanjang 2024 baru mencapai 172.000 kl. Adapun, sebagian besar etanol itu disalurkan untuk kebutuhan industri kosmetik, farmasi dan pangan di dalam negeri.

“Jadi saya menyerap 660.000 ton tetes nasional dari 1,6 juta ton tetes Indonesia. Itu diserap oleh industri etanol Indonesia,” tuturnya.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menargetkan program mandatori bensin dengan bioetanol 10% itu diesekusi pada 2027.

Bahlil menerangkan pemerintah memerlukan waktu sekitar dua tahun untuk menanam sejumlah tanaman penghasil bahan baku bioetanol tersebut.

Sejumlah tanaman potensial yang dijajaki pemerintah untuk menopang program mandatori bensin dengan campuran bioetanol 10% itu di antaranya tebu, jagung hingga singkong.

“Paling lama satu setengah tahun atau dua tahun,” kata Bahlil kepada awak media di Jakarta, Jumat (24/10/2025).

Menurut hitung-hitungan Kementerian ESDM, kebutuhan bioetanol untuk menjalankan program mandatori E10 itu sekitar 1,2 juta kiloliter.

Di sisi lain, dia menambahkan, pemerintah bakal memberikan insentif untuk mendorong pengembangan industri bioetanol di dalam negeri.

(azr/naw)

No more pages