Logo Bloomberg Technoz

“Jangan terjebak pada label air gunung atau air sumur. Kuncinya adalah rencana keselamatan air dan pengolahan yang berbasis risiko,” kata ahli tersebut.

Dari sisi kesehatan, ia mengingatkan potensi gangguan jika kualitas air buruk, seperti methemoglobinemia pada bayi akibat kadar nitrat tinggi, atau gangguan ginjal dan saraf karena logam berat seperti arsenik, timbal, dan mangan. Air yang tercemar bakteri seperti E. coli atau Salmonella juga dapat memicu penyakit diare dan infeksi saluran pencernaan.

Selain risiko kesehatan, eksploitasi air tanah secara besar-besaran untuk industri juga disebut menimbulkan dampak ekologis serius. Penurunan muka air tanah, atau land subsidence, berpotensi menyebabkan penurunan tanah dan berkurangnya debit mata air warga, bahkan mengganggu keseimbangan ekosistem air bawah tanah. Karena itu, ia menilai izin pengambilan air tanah harus didasarkan pada daya dukung akuifer dan disertai audit lingkungan.

Sebagai pembanding, di Uni Eropa dan Australia, perlindungan sumber air dijalankan melalui rencana keselamatan air dan manajemen risiko yang ketat. Negara-negara tersebut memiliki pedoman air minum nasional dan mewajibkan uji rutin serta transparansi hasil kualitas air kepada publik. Jepang pun memiliki regulasi sangat ketat terkait produksi air minum dan pemeriksaan berkala oleh otoritas setempat.

Pelajaran bagi Indonesia, kata dia, adalah perlunya transparansi publik dan pengawasan berkala terhadap perusahaan air minum. “Perusahaan harus mempublikasikan hasil uji parameter penting seperti mikrobiologi, nitrat, dan logam berat. Termasuk audit izin ekstraksi air tanah agar tidak merugikan warga sekitar,” tegasnya.

Ia menutup dengan pesan bahwa sumber air — apakah dari pegunungan atau sumur bor — tidak otomatis menentukan keamanan akhir. 

“Yang menentukan adalah proteksi sumbernya, pengolahan airnya, dan pengujian berkala. Pendekatan berbasis risiko dan transparansi data kualitas air jauh lebih penting daripada sekadar label sumber air,” pungkasnya.

Sebelumnya diinformasikan, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi melakukan inspeksi ke salah satu pabrik air minum dalam kemasan (AMDK) merek AQUA, Selasa (21/10/2025). 

Dari kedatangannya tersebut, KDM, sapannya, membongkar praktik AQUA yang menggunakan air sumur bor untuk mengisi air yang dijual ke masyarakat.

"Ini bangunan apa? Sumur produksi? Airnya dari sungai?" tanya Dedi kepada staf yang menemaninya saat sidak berlangsung, diunggah melalui channel Youtube Dedi Mulyadi, kemarin.

Staf perusahaan menjelaskan bahwa udara yang digunakan bukan berasal dari sungai atau udara permukaan, melainkan dari bawah tanah.

“Airnya dari bawah tanah, Pak,” jawab staf tersebut.

Dedi pun terlihat mengejutkan dan memastikan kembali hal itu. “Oh, airnya dari bawah tanah, bukan air permukaan?” katanya dengan nada heran.

Klarifikasi AQUA

Menurut penjelasan perusahaan, sumber air AQUA berasal dari akuifer dalam yang terlindungi lapisan kedap air dan bebas dari kontaminasi aktivitas manusia. 

Perusahaan juga menyebut bahwa setiap titik sumber air telah melalui kajian hidrogeologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Padjadjaran (Unpad), serta analisis dampak terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.

“Akuifer ini terlindungi secara alami oleh lapisan kedap air, sehingga bebas dari kontaminasi aktivitas manusia dan tidak mengganggu penggunaan air masyarakat,” tulis manajemen AQUA dalam keterangan tersebut, yang diunggah Kamis (23/10/2025).

AQUA juga menegaskan Air yang digunakan AQUA berasal dari lapisan dalam yang tidak bersinggungan dengan air permukaan yang digunakan masyarakat. Proses pengambilan air, ungkap perusahaan, dilakukan sesuai izin pemerintah dan diawasi secara berkala oleh pemerintah daerah dan pusat melalui Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

(dec/spt)

No more pages