Logo Bloomberg Technoz

Dalam proposal yang diumumkan Juni lalu, perusahaan real estat Toyota Fudosan Co. akan melakukan tender offer senilai ¥16.300 (Rp1,78 juta) per saham Toyota Industries, atau 11% lebih rendah dari harga penutupan saham saat pengumuman kesepakatan. Toyota Industries, yang memproduksi alat tenun tekstil dan forklift, juga memasok komponen kendaraan untuk Toyota Motor.

Sebagai tanggapan, Toyota Motor dan Toyota Industries menyatakan telah berdiskusi dengan kelompok investor tersebut dan menjelaskan posisi mereka.

“Negosiasi antara perusahaan independen yang terlibat telah dilakukan dengan itikad baik melalui proses yang adil dan independen, dengan mempertimbangkan kepentingan pemegang saham minoritas secara memadai,” kata Toyota Motor dalam pernyataannya.

Meski begitu, sejumlah investor tetap menolak rencana privatisasi itu karena khawatir valuasi perusahaan dalam kesepakatan tersebut terlalu rendah.

Secara teori, akuisisi ini akan mengakhiri struktur induk-anak yang sering dikritik di Jepang. Langkah ini juga sejalan dengan dorongan pemerintah agar korporasi besar melepas kepemilikan silang dan meningkatkan efisiensi modal. Namun di sisi lain, kesepakatan tersebut dapat memperkuat pengaruh Toyoda terhadap perusahaan yang didirikan oleh kakeknya itu.

Tiga bank terbesar Jepang yakni Mitsubishi UFJ Financial Group Inc., Sumitomo Mitsui Financial Group Inc., dan Mizuho Financial Group Inc.  berencana meminjamkan total ¥2,8 triliun (Rp306,5 triliun) kepada entitas akuisisi untuk mendukung transaksi tersebut.

Toyoda secara pribadi akan menginvestasikan ¥1 miliar (Rp109,4 miliar) ke dalam perusahaan induk yang akan dibentuk untuk memprivatisasi Toyota Industries. Entitas itu sebagian besar akan dimiliki oleh Toyota Fudosan, perusahaan real estat yang tidak terdaftar dan dipimpin langsung oleh Toyoda. Perusahaan ini pada dasarnya berfungsi sebagai kendaraan investasi keluarga Toyoda. Toyoda menjabat sebagai ketua sejak 2015, menggantikan ayahnya, Shoichiro Toyoda.

Rencana pembelian saham seharusnya dimulai pada Desember, namun tertunda hingga Februari karena proses persetujuan antimonopoli di beberapa negara memerlukan waktu lebih lama dari perkiraan.

“Kekhawatiran utama kami adalah tidak adanya pengungkapan valuasi secara penuh,” kata ACGA, sambil menyoroti sejumlah isu seperti terbatasnya negosiasi harga, tidak adanya pengecualian pihak yang memiliki konflik kepentingan dalam pemungutan suara minoritas, serta metode valuasi yang tidak transparan dan tanpa proyeksi keuangan yang jelas.

Asosiasi tersebut mendesak Toyota Industries memberikan penjelasan yang jelas tentang bagaimana valuasi yang digunakan mencerminkan nilai pasar sebenarnya dari kepemilikan silang, aset properti, dan bisnis pembiayaan vendor yang dinilai merupakan bagian penting dari nilai intrinsik perusahaan.

Selain itu, ACGA meminta dewan Toyota Motor menjelaskan secara rinci bagaimana akuisisi ini dapat meningkatkan efisiensi modal, serta bagaimana perusahaan akan menangani potensi konflik kepentingan antara Toyoda yang menanamkan investasi pribadi dalam kesepakatan ini  dengan perusahaan dan pemegang sahamnya.

“Yang paling mengkhawatirkan adalah implementasi mekanisme ‘mayoritas dari minoritas’,” tulis surat tersebut, menyoroti keputusan yang dinilai bermasalah untuk menghitung Denso Corp., Aisin Corp., dan Toyota Tsusho Corp.  semuanya perusahaan dalam grup Toyota dengan aliansi modal saling terkait  sebagai pemegang saham minoritas independen. “Penyertaan pihak yang memiliki konflik dalam perhitungan minoritas merupakan pelanggaran terhadap semangat, jika bukan surat hukum, dari reformasi tata kelola perusahaan di Jepang.”

ACGA mewakili lebih dari 100 perusahaan di seluruh dunia, sebagian besar adalah investor institusional dengan total aset lebih dari US$40 triliun. Kelompok kerja ACGA di Jepang telah menjalin komunikasi dengan Toyota Motor sejak 2021, menurut surat tersebut.

(bbn)

No more pages