Logo Bloomberg Technoz

“Di Brasil mereka mencampur bensinnya dengan etanol 27% mandatori. Tapi di beberapa negara bagian yang produksi etanolnya bagus, itu sampai sudah ada E100,” kata Bahlil di Jakarta, Kamis (9/10/2025).

Ilustrasi lahan tebu./Bloomberg-Valeria Mongelli

Amerika Serikat juga telah menerapkan kebijakan serupa dengan kadar campuran E10, dan di sejumlah negara bagian mencapai E85.

India kini sudah di level E20, sementara Thailand berhasil mengembangkan program E20 dan E85 dengan bahan baku tebu dan singkong.

Sementara itu, Argentina menerapkan E12, sedangkan negara-negara Eropa seperti Jerman dan Prancis telah lama menggunakan E10 berbasis jagung, gandum, dan bit gula.

Negara-negara Asia lainnya pun tidak ketinggalan. Vietnam, Filipina, dan China telah mengadopsi E10 secara nasional, memanfaatkan potensi bahan baku seperti tebu dan jagung.

Menurut Bahlil, kebijakan bauran bensin dengan bioetanol bukan hanya soal energi bersih, tetapi juga strategi untuk memanfaatkan sumber daya alam domestik untuk mengurangi impor bahan bakar.

“Negara-negara itu menggunakan potensi alamnya. Ada yang berbasis tebu, jagung, bahkan singkong. Memanfaatkan hasil sumber daya alam mereka untuk mengurangi impor,” ujarnya.

Dibandingkan capaian tersebut, langkah Indonesia baru sebatas awal. Pemerintah masih mempersiapkan pasokan bioetanol dari bahan baku tebu dalam negeri sebelum memperluas distribusi Pertamax Green 95 ke seluruh wilayah.

Program ini diharapkan menjadi pijakan untuk mengejar ketertinggalan, sekaligus mendukung target bauran energi baru terbarukan 23% pada 2025 dan mengurangi beban impor bensin yang masih tinggi.

Adapun, pemerintah menargetkan program E10 bisa dijalankan pada 2030. Rencana itu sesuai dengan peta jalan yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati (BBN).

Dalam beleid tersebut, pemerintah menargetkan peningkatan produksi bioetanol yang berasal dari tanaman tebu paling sedikit sebesar 1,2 juta kiloliter (KL) pada 2030.

(naw)

No more pages