Logo Bloomberg Technoz

“Jelas merugikan bagi Pertamina, merugikan bagi SPBU swasta; kemudian juga sudah terjadi PHK misalnya, atau juga kalau analisis saya, kalau tadi operational cost-nya itu meningkat, maka itu kan menggerus marginnya SPBU swasta,” kata Fahmy ketika dihubungi, Kamis (25/9/2025).

Nah, lama-lama margin tadi sudah tidak dapat menutup kembali, sehingga menjadi kerugian bagi SPBU swasta. Kalau kerugian berkelanjutan, sampai kapan dia bertahan? Maka, saya perkirakan mereka akan keluar dari Indonesia,” lanjut dia.

Petugas melayani pembeli kopi di SPBU Shell Arteri Pondok Indah, Jakarta, Kamis (18/9/2025). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Lebih lanjut, Fahmy memandang iklim investasi secara umum di Indonesia bisa terdampak jika BU swasta keluar dari bisnis hilir migas di Indonesia. Penyebabnya, hal tersebut diprediksi akan menjadi sentimen buruk bagi iklim investasi di Tanah Air.

Diduga Sengaja

Fahmy bahkan menuding kelangkaan BBM di SPBU swasta yang terjadi belakangan sengaja dilakukan oleh pemerintah, dalam rangka pengaturan ulang impor BBM Indonesia agar seluruhnya berasal dari Amerika Serikat (AS).

“Maka saya katakan sesungguhnya kebijakan Bahlil ini blunder. Misalnya, kenapa terjadi kelangkaan? Menurut saya, itu by design dibuat oleh Bahlil,” ujar Fahmy.

Menurut dia, Bahlil diduga sengaja mengubah durasi izin impor BBM menjadi 6 bulan dari 1 tahun agar swasta tidak memiliki waktu yang cukup untuk menyiapkan impor selanjutnya, hingga akhirnya terjadi kelangkaan.

Setelah kelangkaan terjadi, kata Fahmy, SPBU swasta akhirnya dipaksa membeli BBM dari Pertamina melalui impor BBM yang diduga nantinya akan berasal dari AS, sejalan dengan komitmen impor migas terkait dengan kesepakatan tarif resiprokal dengan pemerintahan Presiden Donald Trump.

“Jadi ada kepentingan ekonomi yang lebih besar yang itu dikorbankan untuk kepentingan tadi monopolinya Pertamina dan untuk memenuhi target dari Amerika tadi. Tapi dampaknya nggak diperhitungkan,” tegas dia.

Di sisi lain, ekonom energi dari Universitas Padjadjaran Yayan Satyakti juga berpendapat kekosongan stok BBM di SPBU swasta diduga merupakan imbas dari wacana pemerintah menyetop impor migas dari Singapura dan menggesernya ke AS.

Dia menyebut saat ini pemerintah tengah melakukan due diligence kebijakan impor migas, termasuk BBM, agar tidak menjadi beban tambahan bagi fiskal negara.

Terlebih, pemerintah sudah memiliki rencana untuk merealokasi impor minyak mentah dan BBM dari Singapura ke AS, menyusul adanya kesepakatan tarif dengan Presiden Donald Trump.

Tak ayal, lanjutnya, kebijakan pemberian izin impor migas pun dilakukan secara lebih hati-hati atau prudent, termasuk dengan memperpendek durasi dari satu tahunan menjadi enam bulanan.

“Inventarisasi ini termasuk kemungkinan impor BBM dari Singaporean Hub seperti [BP-AKR dan Vivo]. Akan tetapi, saat ini pemerintah akan menggeser transisi impor ke US Hub karena Trump Deal [kesepakatan tarif dengan AS],” kata Yayan.

Suasana sepi SPBU saat stok BBM kosong di SPBU BP-AKR Perdatam Pancoran, Jakarta, Kamis (18/9/2025). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Pemerintah memang pernah mengutarakan rencana ingin menghentikan impor BBM dari Singapura dan mengalihkannya ke AS.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pada Mei menjelaskan pengalihan impor BBM dari Singapura ke AS juga merupakan bagian dari upaya negosiasi untuk menghindari pengenaan tarif resiprokal oleh Presiden AS Donald Trump. Rencana tersebut dieksekusi dalam waktu enam bulan ke depan sejak diumumkan pada Mei.

Untuk diketahui, PT Pertamina Patra Niaga (PPN) mengumumkan kargo base fuel atau bensin mentah yang akan dipasok ke operator stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta dipastikan tiba di Jakarta kemarin, Rabu (24/9/2025).

Akan tetapi, masih terdapat beberapa BU swasta yang memerlukan waktu untuk berkoordinasi dengan kantor pusat masing-masing sehingga belum menyerahkan kebutuhan kuota BBM tambahan.

Terkait dengan hal itu, Pertamina Patra Niaga mengklaim BU hilir migas swasta tersebut telah memiliki komitmen yang sama untuk segera menyampaikan kebutuhan kuota tambahan.

Pada Jumat pekan lalu, Bahlil juga membeberkan perusahaan pengelola SPBU swasta sepakat untuk membeli bensin dari Pertamina untuk mengisi kekosongan saat ini.

Nantinya, Pertamina bakal melakukan impor untuk menambal kebutuhan bahan bakar minyak jaringan SPBU swasta yang telah kosong sejak bulan lalu.

Di sisi lain, dia memastikan, bahan bakar yang akan dibeli SPBU swasta dari Pertamina akan berbasis base fuel atau murni, sehingga formula aditif akan ditambahkan sendiri oleh masing-masing perusahaan.

“Dipastikan bahwa karena pasokan Pertamina yang sekarang sudah dicampur, jadi kemungkinan besar impornya impor baru,” kata Bahlil, Jumat (19/9/2025).

Menurut Bahlil, sumber BBM yang akan diimpor Pertamina tidak penting berasal dari mana. Hal yang terpenting, kata Bahlil, adalah bahwa BBM tersebut akan tersedia dalam waktu tujuh hari di SPBU swasta.

Sekadar catatan, menurut data Kementerian ESDM, Pertamina Patra Niaga memiliki sisa kuota impor sebesar 34% atau sekitar 7,52 juta kiloliter sampai akhir tahun ini.

Kuota itu dianggap cukup untuk memenuhi tambahan alokasi bagi SPBU swasta hingga Desember 2025 sebesar 571.748 kiloliter.

(azr/wdh)

No more pages