Dengan kebijakan tersebut, tingkat pengembalian internal (IRR) berpotensi naik ke kisaran low teens, sementara periode balik modal dapat lebih singkat, hanya 5-6 tahun.
Pasar WTE Indonesia sendiri dinilai masih sangat besar. Dengan volume sampah di Jakarta yang mencapai sekitar 7.000 ton per hari, kapasitas itu cukup untuk mendukung pembangunan beberapa pembangkit berkapasitas 40 MW.
TOBA melihat potensi ekspansi tidak hanya melalui proyek organik, tetapi juga merger dan akuisisi (M&A) dalam tiga hingga empat tahun mendatang. Dari sisi valuasi, TOBA dinilai masih menarik.
Perusahaan ditawarkan dengan EV/EBITDA 2026F di level 5,8 kali atau diskon 35% terhadap rata-rata sektor. Price-to-earnings ratio (PER) di kisaran 11,6 kali, setara diskon 48% dibandingkan emiten sejenis.
Saham TOBA sudah menguat 212% sejak April 2025. Aset pengelolaan sampah TOBA dihargai 62,9% lebih murah daripada kompetitor, sementara aset energi terbarukan diperdagangkan di level EV/EBITDA 9,6 kali, atau 45% di bawah peers.
Adapun target harga saham TOBA yang ditetapkan Samuel Sekuritas Indonesia adalah Rp2.100/ saham. Namun, tim riset Samuel Sekuritas menekankan sejumlah risiko yang membayangi.
Keterlambatan penerbitan regulasi seperti Perpres WTE dapat mengganggu proyeksi. Selain itu, biaya pembangunan proyek berpotensi membengkak lebih besar dari perkiraan, sehingga kebutuhan pendanaan eksternal bisa meningkat. Risiko eksekusi proyek juga disebut sebagai salah satu faktor yang perlu dicermati.
(rtd/wep)































