Adopsi yang luas ini pun menghadirkan risiko yang beragam, menegaskan pentingnya tanggung jawab penuh bersamaan dengan integrasi teknologi semacam ini. Menyadari adanya peluang sekaligus risiko terkait hal tersebut, Pemerintah Republik Indonesia (RI) kini mengambil langkah-langkah proaktif.
Dengan target kontribusi AI sebesar US$366 miliar atau setara Rp5.965,5 triliun terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional pada 2030 mendatang, Pemerintah RI melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah menyusun Peraturan Presiden (Perpres). Perpres ini bakal menjadi rencana aksi konkret dalam penerapan peta jalan (roadmap) nasional AI, sekaligus memperkuat tata kelola lintas sektor.
Palo Alto Networks memandang bahwa langkah itu menekankan urgensi perlunya kerangka regulasi yang adaptif, yang tak hanya mendukung perkembangan teknologi yang terus berubah dan kebutuhan lokal, tetapi juga memastikan kepercayaan publik di tengah transformasi digital yang terus berlangsung di Tanah Air.
Fokus yang makin besar terhadap tata kelola ini berkaitan langsung dengan tantangan keamanan siber praktis yang kini dihadapi oleh dunia usaha.
Perusahaan keamanan siber global tersebut menambahkan, lanskap keamanan siber mengalami perubahan mendasar seiring dengan hadirnya Agentic AI yang beroperasi sebagai tenaga kerja digital otonom. Transformasi kapabilitas teknologi ini berkaitan langsung dengan potensinya memunculkan celah keamanan baru.
“Untuk dapat menghadapi era baru ini dengan sukses dan memaksimalkan manfaat Agentic AI bagi Indonesia, penerapan sistem keamanan yang kuat dan terintegrasi bukan sekadar saran, melainkan keharusan mutlak untuk menjaga kendali dan melindungi aset digital nasional. Dengan mengintegrasikan keamanan sejak awal, Indonesia berpeluang menjadi pemimpin regional dalam penerapan AI yang aman dan bertanggung jawab,” tulis Palo Alto Networks.
(far/wep)
































